Senin, 04 Oktober 2010

BAB IX KURIKULUM PENDIDIKAN

A. Pengembangan Kurikulum
1. Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulum. Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta Pasal 35 tentang standar nasional pendidikan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, sekolah, dan peserta didik.
Dalam perspektif Islam, tujuan memiliki arti yang sangat penting sehingga harus terus dikembangkan dan diperjelas. Ibarat ibadah, tujuan adalah niat yang harus ada sebelum ibadah tersebut dilakukan. Tanpa niat yang benar maka suatu ibadah akan kehilangan nilai ibadahnya. Tujuan dalam pendidikan juga mempunyai posisi yang sama. Ia berfungsi sebagai penentu arah, standar yang hendak dicapai, serta pedoman yang harus dipakai tatkala pendidik melakukan proses pendidikan.
Dengan demikian, tujuan menjadi sentra pengembangan kurikulum. Tujuan yang jelas akan mempermudah pendidik mengambil langkah operasional dalam proses pendidikan. Tujuan yang valid didasarkan pada kondisi objektif peserta didik, proses belajar, kondisi sosial, sistem budaya, dan bahan atau materi pendukungnya. Oleh sebab itu dalam menyusun kurikulum, sekolah menyesuaikannya dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah. Dengan demikian, daerah dan/atau sekolah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang diajarkan, pengelolaan pengalaman belajar, cara mengajar, dan menilai keberhasilan belajar mengajar.
Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk :
a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Belajar untuk memahami dan menghayati.
c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain.
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
2. Tujuan Pengembangan Kurikulum
Tujuan pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
2. Meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia
3. Mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri.
4. Meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan, dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.
5. Meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat
3. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum dikembangkan dengan prinsip sebagai berikut :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral (student centered) untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Selain itu, juga menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut, pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang. Kurikulum juga dikembangkan berdasarkan jenis pendidikan tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial, ekonomi, dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu. Kurikulum tersebut disusun secara berkaitan dan continu yang bermakna dan tepat antar substansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memotivasi peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tersebut.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi di pendidikan dengan kebutuhan kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian, keilmuan, dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memerhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seluruhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Langkah-langkah pengembangan kurikulum
Langkah-langkah pengembangan kurikulum dalam hal ini bersifat mikro, yaitu berkisar pada kepentigan bagaimana guru mengajar. Menurut Gerlach dan Ely ada sepuluh langkah yang hasrus ditempuh dalam pengembangan kurikulum oleh guru, antara lain :
a. Langkah 1 : merumuskan materi
Tujuan pendidikan harus dirumuskan dalam bentuk kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik pada jenjang belajar tertentu.
b. Langkah 2 : menentukan tujuan
Rancangan materi yang disusun harus sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Isi materi berbeda-beda berdasarkan sekolah, tingkat kelas, bidang studi atau mata pelajaran.
c. Langkah 3 : mengukur kemampuan awal
Pengukuran kemampuan awal bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik sebelum menempuh mata pelajaran tertentu. Dalam hal ini guru berkepentingan dengan kondisi kemampuan awal peserta didik agar dapat memberi materi secara tepat dan sesuai. Penentuan kemampuan awal peserta didik dilakukan dengan menggunakan tes.
d. Langkah 4 : menentukan isi atau materi
Pada langkah ini guru menentukan isi atau materi belajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Penentuan isi atau materi berdasarkan kondisi sekolah, tingkat kelas, kemampuan peserta didik, dan relevansinya dalam konteks kekinian.
e. Langkah 5 : pengorganisasian kelompok
Pengorganisasian kelompok-kelompok belajar perlu dilakukan sesuai dengan isi atau materi yang telah ditentukan, jumlah peserta didik, besarnya kapasitas kelas, dan waktu yang tersedia.
f. Langkah 6 : mengalokasikan waktu
Pengalokasian waktu ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh guru untuk mengajar dan juga waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai tujuan tertentu.
g. Langkah 7 : mengalokasikan ruang/tempat
Berdasarkan alternatif pengelompokan belajar, selanjutnya ditentukan alokasi ruang dengan mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai, cara belajar, materi yang akan diajarkan, serta jumlah dan kondisi ruangan yang dibutuhkan atau tersedia.
h. Langkah 8 : memilih sumber belajar
Sumber belajar merupakan rujukan, objek, dan bahan yang digunakan untuk kegiatan pendidikan. Sumber belajar bisa berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar dilakukan berdasarkan tujuan dan materi.
i. Langkah 9 : mengevaluasi perilaku
Kegiatan pendidikan adalah interaksi antara peserta didik dan guru, juga peserta didik dan media pendidikan. Hasil pendidikan tampak pada perubahan perilaku peserta didik pada akhir kegiatan pendidikan. Upaya pendidikan dikatakan berhasil atau tidak berhasil setelah dilakukan evaluasi terhadap perubahan perilaku peserta didik.
j. Langkah 10 : menganalisis umpan balik
Analisis umpan balik merupakan langkah akhir dalam model pengembangan kurikulum ini. Dalam langkah ini guru mencari dan menganalisis data atau informasi (masukan dari peserta didik) untuk perbaikan proses belajar mengajar selanjutnya.

B. Kurikulum sebagai Modal Pembangunan Nasional
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat membanggakan baik di darat, laut, bahjan di udara. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil sumber daya alam dunia yang memiliki 325 – 350 jenis flora dandauna. Indonesia juga dilintasi garis khatulistiwa, memiliki tanah yang subur sehingga “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan bambu jadi tanaman”. Hal ini berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh negara lain, namun Indonesia belum unggul secara kompetitif.
Dengan kondisi tersebut, Indonesia mestinya menjadi negara yang makmur dan sejahtera, serta gemah ripah lohjinawi, bukan sebaliknya menjadi negara yang terpuruk dalam krisis dan terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan, dan ketidakpastian menghadapi masa depan, belum lagi ditambah dengan kerusakan lingkungan hidup sebagai manusia yang diperparah oleh gempa dan tsunami.
Di tingkat dunia, Indonesia termasuk negara berprestasi. Di tingkat dunia Indonesia termasuk negara penghutang (debitor) nomor 6, negara terkorup nomor 3, peringkat SDM ke 112 dari 117 negara, dengan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 30% dan pengangguran terbuka mencapai 12 juta. Akar masalah tersebut adalah faktor politik dan keamanan yang tidak mendukung, penegakkan hukum yang tidak konsisten, iklim investasi yang kurang kondusif, serta birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit, di samping semrawutnya manajemen sistem pendidikan nasional.
Percepatan arus informasi di ere globalisasi dewasa ini telah menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strateginyagar relevan dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut telah mengubah tatanan dalam sistem makro maupun mikro, demikian juga dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap sekolah, khususnya oleh guru. Kurikulum hanya akan efisien dan efektif dalam menjalankan tujuan dan fungsi pendidikan nasional bila dilaksanakan oleh guru yang memiliki kemampuan profesional.
Dengan demikian, yang terpenting sekarang adalah bagaimana meningkatkan pemahaman guru terhadap kurikulum sehingga mereka bisa menjadikan kurikulum sebagai acuan dalam proses pendidikan. Kurikulum sendiri pada hakekatnya adalah jalan yang harus ditempuh peserta didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya kurikulum yang jelas maka tujuan pendidikan yang akan dicapai menjadi buyar. Oleh sebab itu, kurikulum merupakan petunjuk arah ke mana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan menghasilkan output pendidikan seperti apa. Jadi, kurikulum merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan nasional dan keberhasilan pendidikan nasional merupakan kunci dari keberhasilam pembangunan nasional.

C. Hegemoni Kekuasaan Adiluhung dalam Kurikulum
1. Perjalanan Kurikulum di Indonesia
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947 yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan, berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Ciri kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Pada tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana pendidikan 1964. Ciri dari kurikulum ini pembelajarannya dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pembelajaran diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta pengembangan fisik yang sehat dan kuat
kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode dan materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Dalam kurikulum ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi, meliputi petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 menitikberatkan pada proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan itu penting. Kurikulum ini merupakan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi peserta didik ditempatkan sebagai subyek belajar sehingga diharapkan pola pendidikannya student centered. Model ini disebut dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak sehingga bisa dikatakan kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang material oriented.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
a. Beban belajar peserta didik terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi setiap mata pelajaran.
b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
Permasalahan tersebut memotivasi para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum 1994 dan pada tahun 2004 lahirlah kurikulum berbasis kompetensi (KBK). KBK menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performance tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
KBK kemudian dinilai gagal dikarenakan . Sebagai gantinya, di tahun 2006 lahirlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Dalam hal ini, sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya

2. Faktor Penyebab Perubahan Kurikulum
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan berkali-kali. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain:
a. Adanya postulat bahwa kurikulum harus berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Ini dapat dilihat pada kurikulum Rentjana Pelajaran 1947 yang diimplementasikan untuk menggantikan kurikulum produk Belanda. Pergantian tersebut dikarenakan telah terjadi perubahan dari zaman penjajahan menuju zaman kemerdekaan.
b. Adanya kepentingan politis.
Lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kemudian dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP). Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah kurikulum.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perubahan kurikulum merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar