I. Pendahuluan
Islam sebagai sebuah agama tidak datang ke dalam “ruangan” dan kondisi yang kosong. Islam hadir pada suatu masyarakat yang sudah sarat dengan berbagai keyakinan, tradisi-tradisi, dan praktik-praktik kehidupan. Masyarakat yang hidup pada saat itu bukan tanpa ukuran moralitas tertentu, tapi sebaliknya inheren di dalam diri mereka standar nilai dan moralitas. Namun demikian, moralitas dan standar nilai tersebut pada beberapa tataran dianggap telah mengalami penyimpangan (deviation) dan perlu diluruskan oleh moralitas baru. Dalam konteks masyarakat seperti ini Islam datang memberikan koreksi dan perbaikan terhadap praktik-praktik, nilai-nilai dan moralitas mereka. Hadist Nabi berikut memberikan justifikasi tentang hal tersebut :
“Innama bu’ithtu li utammima makarima al-akhlaq”
Kelahiran Islam dalam konteks geografis terjadi pada kalangan Arab, sebuah masyarakat yang dalam literatur sejarah Islam disebut Jahiliyah (time of ignorance). Sebagian mereka hidup berpindah-pindah (nomads) dengan profrsi penggembala ternak, atau kelompok yang disebut Badui Tradisional dan sebagian yang lain pedagang dan seniman di kota-kota perdagangan kecil, serta sebagian sisanya menjalani hidupnya dengan tidak terbatas pada satu usaha. Pada masyarakat Arab Badui Tradisional, mereka hidup dalam kelompok keluarga (kinshin group) dengan tradisi patriarkal. Kelompok-kelompok keluarga itu kemudian mengelompok dalam sebuah suku dengan seorang kepala suku yang diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk menegakkan konstitusi kesukuan.
Konteks sosiologis yang dihadapi Islam seperti di atas membuktikan bahwa agama yang beresensi kepasrahan dan ketundukan secara total kepada Dzat Yang Maha Kuasa tersebut keberadaannya tidak dapat dihindarkan dari kondisi sosial yang telah ada dalam masyarakat. Namun demikian, dalam perjalanannya Islam selalu berdialog dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti halnya dengan masyarakat Arab saat diturunkannya Islam tersebut.
Islam sebagai sebuah agama memiliki akar tradisi yang sangat kuat dan terus berkembang dibandingkan agama lain. Di dalam jantung tradisi itu terdapa al-Qur’an yang memiliki daya gerak keluar (sentrifugal) yang merasuki dan mampu berdialog dengan berbagai budaya yang dijumpainya. Sebaliknya, umat Islam yang tinggal dan tumbuh dalam berbagai asuhan budaya baru berusaha mencari rujukan pada al-Qur’an dan tradisi lama (sentripetal). Arus gerak sentrifugal dan sentripetal ini senantiasa diwarnai oleh berbagai usaha pembaruan dan penyegaran secara kontinu. Oleh Amin Abdullah dalam perkuliahan pendekatan dalam pengkajian Islam, mengibaratkan pentingnya pembaruan seperti kebutuhan menemukan “ventilasi” untuk seuah ruangan agar tidak terjadi “kepengapan”.
Upaya yang terkait dengan kebutuhan untuk menemukan pemahaman baru terhadap Islam tidak dapat dipidahkan dari karakteristik Islam sendiri sebagai agama yang terbuka untuk didekati dengan berbagai macam pendekatan.
II. General Review Perkuliahan
Harun Nasution melihat bahwa agama pada dasarnya mengandung dua kelompok ajaran. Kelompok pertama, ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui Rosulnya kepada manusia. Ajaran dasar ini terdapat dalam kitab-kitab suci. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci itu memerlukan penjelasan, baik mengenai arti maupun cara pelaksanaannya. Penjelasan-penjelasan tersebut diberikan oleh para pemuka atau ahli agama. Penjelasan-penjelasan mereka terhadap ajaran dasar agama asalah kelompok kedua.
Kelompok pertama karena merupakan wahyu dari Tuhan, maka bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa diubah. Agama di kelompok ini mempunyai dimensi normatif-dokrinal. Kelompok kedua karena merupakan penjelasan dan hasil pemikiran pemuka atau ahli agama maka pada hakekatnya tidak absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Kelompok kedua bersifat relatif, nisbi, berubah dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Lihat diagram di bawah ini untuk menggambarkan kelompok yang pertama yang ditunjukkan oleh skripture, dan kelompok yang kedua yang ditunjukkan oleh author :
Skripture
Author Reader
Agama bergerak di wilayah normatiof-dokrinal karena lahir dari nilai atau sumber ketuhanan (divinity). Sedangkan keagamaan merupakan aktivitas pemaknaan dan perwujudan dari agama yang normatof itu ke dalam wilayah historis-kultural oleh pemeluknya. Dengan demikian agama dan keagamaan jelas berbeda secara signifikan dan tidak seharusnya disamakan meskipun dalam beberapa kasus, istilah agama juga bisa bersifat meliput (including) terhadap makna keagamaan di samping maknanya sendiri.
Oleh karena itu, dalam kaitan ini perlu dipahami secara jelas perbedaan antara penelitian agama (research on religion) dan penelitian keagamaan (religious research). Penelitian agama lebih menekankan pada materi agama sebagai sasarannya adalah agama sebagai dokrin dengan tiga elemen pokok : ritus, mitos, dan magik. Penelitian jenis ini mengarahkan aktivitasnya pada dokrin atau teks agama yang notabene bersifat normatif. Namun demikian, penelitian ini tidak harus dilaksanakan oleh pemeluk agama itu sendiri (insider), melainkan bisa juga dilaksanakan oleh komunitas lain yang notabene bukan pemeluk agama itu (outsider).
Adapun penelitian keagamaan mengkaji aspek-aspek sosial dan budaya dari agama yang pada umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan dari ilmu sosial. Penelitian ini tekanannya lebih pada agama sebagai sistem keagamaan (religion system) dan memandang agama sebagai fenomena atau fakta sosial, yaitu agama sebagaimana yang sudah mengejawantah dalam masyarakat nyata. Berbagai pendekatan dalam penelitian agama dan keagamaan ini dipelajari pada perkuliahan pendekatan dalam pengkajian Islam (Studi Islam).
Dalam perkuliahan, mahasiswa menggunakan buku primer dengan buku yang disunting oleh Richard C Martin yang berjudul Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama. Dalam buku ini disajikan berbagai pendekatan (muatan metodologi) yang digunakan para Islamis (insider) dan sarjana Barat (outsider) dalam mendekati materi-materi Islam; mulai dari pendekatan terhadap teks kitab suci (filologi) dan Nabi, ritual Islam, Islam dan masyarakat, hingga pendekatan interpretasi dan problem insider dan outsider.
Buku tersebut terdiri dari sepuluh tulisan kontributor yang masing-masing mempunyai pendekatan tersendiri dalam Islamic studies tetapi dalam satu kesatuan bahasan. Kesepuluh nama kontributor tersebut sudah cukup akrab di telinga para pemerhati dan peminat kajian-kajian Islam seperti Fazlur Rahman, Charles J Adams, Andrew Rippin, William A Graham, Marilyn R Waldman, Richard M Eaton, Azim Nanji, dan lain-lain.
Richard C Martin, diawal bab menjelaskan tentang Islam dan posisinya dalam studi agama. Dikatakan olehnya bahwa pemahaman tentang Islam sebagai agama dan pemahaman tentang agama dari sudut pandang Islam merupakan persoalan yang perlu dielaborasi dalam diskusi dan pembahasan para sarjana di bidang studi agama. Selama ini studi akademik tentang agama dan Islam dibentuk oleh komunitas ahli yang mengalami kesulitan serius dalam berhubungan dengan akademisi lainnya. Sebagai pewaris bagi Religionswissenchaft abad ke-19, para sejarawan agama-agama secara halus diabaikan oleh para sarjana humaniora dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Para Islamisis yang berdiri dalam tradisi orientalisme, dalam beberapa tahun terakhir semakin mendapatkan serangan karena provinsialisme akademik dan distorsi citra tentang masyarakat Islam yang mereka ciptakan. Posisi orang yang ingin bertanya “bagaimana” mempelajari Islam sebagai agama, dibingungkan oleh kecenderungan pada kompartementalisasi di dalam pendidikan tinggi. Para sarjana di sebuah universitas yang sama, yang mempelajari berbagai aspek peradaban Islam (bahasa, sejarah, politik, sosiologi dan lain-lain) tidak memberikan perhatian serius terhadap karya orang lain, kecuali jika karya itu berasal dari disiplin atau departemen yang sama (hlm 1-2).
Dalam studi akademik, “kitab suci” (scripture) menjadi salah satu kategori taken for granted yang digunakan setiap orang sebagai sumber utama penelitian. William A Graham membahas peran penting Al Quran dan bacaannya dalam kehidupan Muslim. Baginya, Al Quran tidak sama mempertahankan tradisi tulisnya dalam bentuk kitab, tetapi lebih penting dari itu, Al Quran merupakan tradisi oral yang selalu terjaga melalui tilawah qira’ah, nadwah dan bahkan tahfidz (hlm 41 dan 44). Tradisi pembacaan semacam ini dapat dijumpai di belahan dunia Muslim mana pun. Di mana pun juga Al Quran secara khusus tidak hanya menjadi nama formal bagi bacaan Al Quran dan disiplin yang berhubungan dengannya di satu sisi, namun juga secara lebih umum dipraktikkan dalam ibadah dan kehidupan penghambaan Muslim di sisi lain.
Mengkaji tentang Islam dapat pula dilihat dari sisi Nabi Muhammad SAW. Titik berangkat yang lebih jujur adalah mengakui bahwa Muhammad tidak dapat ditempatkan pada satu “pesawat” apa pun, apakah sosial, politik, psikologi atau pun agama. Dalam istilah sejarah agama-agama, ia adalah figur paradigmatik dalam memahami Islam dalam lintasan sejarah (hlm 61). Pendekatan ini diwakili oleh Earle H Waugh yang menerapkan teori model biografi Muhammad dan cara-cara biografi Nabi ditulis dan dipahami dalam berbagai momen sejarah yang berbeda-beda (hlm 80).
Pada bagian lain, Frederik M Denny menawarkan pendekatan yang berkaitan dengan interpretasi atas perilaku seseorang. Tafsir atas perilaku ritual ini tidak dapat dilepaskan dari teori semiotik yakni suatu hermeneutika yang memandang ekspresi keagamaan dalam kata dan perbuatan sebagai bermakna dalam sistem tanda (icon) dan simbol budaya. Bagi partisipan, ritus adalah upaya menghidupkan kembali kebenaran terdalam (hlm 89).
Studi Islam juga memanfaatkan pendekatan fenomelogi; yakni suatu pendekatan yang memandang manifestasi budaya dari suatu agama dapat direduksi menjadi esensi pengalaman keagamaan. Untuk itu, manifestasi agama harus dipandang menurut bahasanya sendiri oleh sang peneliti. Peneliti harus meninggalkan sementara waktu keyakinan-keyakinan agamanya sendiri agar sampai pada kebenaran agama lain. Seorang sarjana harus menjadi tamu dalam alam spiritual orang-orang yang dikajinya dan membuat alam itu menjadi miliknya (hlm 189). Pendekatan ini digunakan oleh Charles J Adams untuk menguji karya Henri Corbin tentang Islam Iran.
Bahasan selanjutnya, Andrew Rippin memaparkan metodologi John Wansbrough dalam menafsirkan pembentukan literatur suci Islam (khususnya Al Quran, tafsir, dan sirah). Inti metodologi Wansbrough mempertanyakan persoalan utama yang tidak bisa dipaparkan dalam kajian Islam, misalnya: apa buktinya bahwa teks Al Quran secara keseluruhan tidak lengkap atau final hingga awal abad 3/9 M? Atau mengapa kita tidak harus mempercayai sumber-sumber Muslim? (hlm 205). Rippin memunculkan dua persoalan untuk melakukan thick description dalam studi agama, yaitu bagaimana kita memandang dan mendekati sejumlah data yang akan diinterpretasi?.
Problem outsider dan insider juga menjadi bahasa akademik tentang agama. Siapa yang paling kompeten untuk bicara pada orang lain mengenai Islam, sarjana muslim sendiri (insider) atau sarjana Barat dan para orientalis (outsider)? Menjawab persoalan ini, Muhammad Abdul Rauf mencoba membangun jembatan penghubung antara pengkaji Islam dari Barat dan dari kalangan Muslim sendiri. Rauf memberikan catatan bahwa banyak prasangka dan bahaya dalam studi Islam yang dilakukan oleh Barat (hlm 245).
Berbeda dengan Rauf, Fazlur Rahman ingin menjelaskan maksud pendirian Abdul Rauf secara lebih tepat. Rahman berpendapat bahwa laporan outsider tentang pernyataan insider mengenai pengalaman agamanya sendiri bisa sebenar laporan insider sendiri. Yang paling penting adalah kejujuran akademis dalam memahami Islam (hlm 253).
Selain mahasiswa mengetahui berbagai pendekatan yang digunakan dalam mengkaji Islam dari buku tersebut, mahasiswa juga mempelajari buku-buku hasil penelitian agama yang lain, seperti buku josef Van Ess, Khalid Abu El Fadl, Aminah Wadud, Issa J Baulata dan lain-lain.
Bagi penulis sendiri pendekatan-pendekatan dan berbagai wacana yang terdapat di dalam buku-buku yang dibahas semakin memperkaya intelektualitas penulis dalam keilmuan Islam. Bisa diibaratkan perkuliahan tersebut juga telah memperbaiki kacamata penulis dalam memandang dan memahami Islam dengan berbagai pendekatan.
III. Implikasi untuk Penulisan Tesis
Perkuliahan pendekatan dalam Pengkajian Islam memberikan konstribusi yang signifikan terhadap penulis, salah satunya memberika konstribusi berupa metodelogi keilmuan yang berimplikasi terhadap penuliasn tesis penulis. Judul tesis penulis yaitu “MANAJEMEN PEMBELAJARAN PAI DALAM MENUMBUHKAN ETIKA KERJA PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1 TONJONG.
Berbagai tindak kriminal seperti pencurian dan termasuk korupsi yang terjadi di Indonesia menjadi bukti konkret akibat tidak terintegrasikannya nilai-nilai agama, yang tidak dipahami dan direalisasikan dalam kehidupan dimana aspek tersebut sangat terkait dengan aspek agama dan pendidikan. Sekolah, termasuk di dalamnya adalah SMK mempunyai andil besar untuk menampilkan wajah pendidikan Islam yang inklusif dan humanis serta membentuk peserta didik yang berkarakter melalui materi, metode, dan evaluasi pembelajarannya.
Pendidikan Agama Islam (PAI) selama ini hanya memfokuskan pada aspek kognitif. Sementara untuk aspek afektif dan psikomotorik justru masih kurang. Hal itu yang mengakibatkan hubungan kajian keislaman dengan persoalan kemanusiaan dan kemasyarakat menjadi semacam ada jarak. Salah satu persoalan kemanusiaan dan masyarakat tersebut adalah etika kerja. PAI diharapkan bisa menjadi mata pelajaran yang mampu menumbuhkan etika kerja peserta didik.
Etika sendiri merupakan bentuk aktualisasi keberagamaan seseorang, dan untuk mengetahuinya maka salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dalam penelitian tersebut nantinya peneliti menjadi observasi partisipan yang meleburkan dirinya serta menanggalkan pakaiannya sebagai seorang pengajar ke dalam dunia peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Lapidius, Ira M. A History of Islamic Society. (New York : Warner Books).
Suparlan, Parsudi (ed). 1982. Pengetahuan Budaya Ilmu-ilmu Sosial dan Pengkajian Masalah-masalah Agama. (Jakarta : Pusat penelitian dan Pengembangan Lektur Agama Balitbang Agama)
Martin, Richard. C. 1985. Approaches to Islam in religion Studies. (Tucson : The University of Arizona).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar