Kamis, 30 September 2010

BAB IV EKSISTENSI SEKOLAH

A. Panduan dalam Memilih Sekolah
Telah dijelaskan bersama-sama bahwa orang tua sebagai pendidik anak di keluarga memiliki beberapa keterbatasan yang membuat mereka menyerahkan proses pendidikan anaknya pada sekolah. Dalam dunia pendidikan sekolah merupakan tempat bagi anak untuk belajar dan juga mempelajari banyak hal. Sekolah adalah sebuah rumah yang memberikan kemudahan dan fasilitas bagi anak didik dalam melahirkan sekian bentuk kreativitas. Sekolah mengantarkan anak untuk tumbuh menjadi manusia-manusia dengan segala bentuk harapan dan impian. Oleh karena itu, orang tua harus pandai-pandai dalam memilih sekolah bagi anak-anaknya.
Beberapa hal yang setidaknya harus diperhatikan oleh orang tua dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya antara lain:
1. Memilih sekolah yang memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas.
Visi, misi, dan tujuan sekolah tersebut diharapkan bisa mewujudkan harapan orang tua kepada anak setelah bersekolah di situ.
2. Memilih sekolah yang biaya pendidikannya terjangkau.
Efisiensi biaya pendidikan yang dibutuhkan bagi anak dalam proses pendidikan di sekolah tentunya lebih murah karena pendidikan dilaksanakan secara klasikal-kolektif. Namun kadang yang terjadi adalah sebaliknya, biaya pendidikan di sekolah menjadi sangat mahal. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan adanya asumsi pada masyarakat bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mahal yang tidak terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah.
Masyarakat harus jeli dalam menanggapi fenomena tersebut, jangan sampai terjebak dan memaksakan diri untuk masuk di dalamnya jika memang tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tersebut. Sebagai alternatif-solusinya masyarakat bisa memilih sekolah yang biaya pendidikannya terjangkau yang sudah diakreditasi oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan (sekolah) berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dengan demikian sekolah yang telah terakreditasi telah mendapat jaminan menjadi sekolah yang bermutu.
3. Memilih sekolah yang mempunyai fasilitas pendidikan memadai.
Pendidikan bagi anak di sekolah akan berjalan lebih efektif didukung dengan adanya fasilitas pendidikan yang memadai. Hal itu seyogyanya dijadikan sebagai pertimbangan bagi orang tua untuk memilih mana sekolah yang tepat untuk anak-anaknya.
4. Memilih sekolah yang memiliki lingkungan sesuai dengan budaya masyarakat.
Sekolah pada dasarnya tumbuh dari nilai-nilai budaya masyarakat dan untuk menumbuhkembangkan budaya kepada anak didik agar mereka hidup sesuai dengan nilai dan budayanya. Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak walaupun sekolah hanya suatu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak.
Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah laku sosialnya setelah mereka masuk sekolah. Proses perubahan tingkah laku tersebut tentu saja juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Dengan demikian akan lebih bijak jika orang tua memilih sekolah untuk anaknya yang memiliki lingkungan yang sesuai dengan budaya masyarakat.
5. Memilih sekolah yang memiliki guru yang berkualitas
Pada proses pendidikan, peran pendidik sangatlah besar dan strategis sehingga corak dan kualitas pendidikan secara umum dapat diukur dengan mellihat kualitas para pendidiknya. Pendidik yang memiliki kualifikasi tinggi dapat menciptakan dan mendesain materi pendidikan yang lebih dinamis dan konstruktif. Mereka juga akan mampu mengatasi kelemahan materi dan subjek didiknya dengan menciptakan suatu lingkungan yang kondusif dan menciptakan strategi yang aktif dan dinamis.
Dengan adanya pendidik yang berkualitas tinggi, maka kompetensi lulusan (output) pendidikan akan dapat dijamin sehingga mereka mampu mengelola potensi diri dan mengembangkannya secara mandiri untuk menatap masa depan gemilang yang sehat dan prosprektif. Sekolah yang dipilih oleh orang tua pun hendaknya memiliki pendidik yang berkualitas untuk mewujudkan harapan-harapan mereka.
6. Memilih sekolah yang mengharmonisasikan pendidikan umum dan agama.
Setiap terjadi kasus-kasus yang berhubungan dengan dekadensi moral di masyarakat, maka semua pihak akan segera menoleh pada sekolah dan seakan menuduhnya tidak becus dalam mendidik anak bangsa. Akhirnya tuduhan tersebut terfokus pada pendidik yang dianggap alpha dan tidak profesional dalam menjaga gawang moralitas bangsa, tuduhan juga difokuskan pada materi pendidikan yang cenderung cognitif oriented sehingga pendidikan hanya dapat menghasilkan anak didik yang memiliki intelektualitas tinggi tapi miskin akan nilai-nilai moral.
Sekolah pun mulai merespon fenomena tersebut dengan memasukan dan mengharmonisasikan pendidikan umum dan pendidikan agama secara seimbang-seirama dengan harapan dapat mengatasi berbagai dekadensi moral yang terjadi di masyarakat, sehingga muncullah seperti SD Islam Terpadu, SMP Islam Terpadu, SMA Islam Terpadu dan lain sebagainya. Dengan harmonisasi tersebut juga diharapkan tidak terjadi lagi dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Hadis Nabi yang menyuruh umat muslim untuk mencari ilmu sampai ke negeri Cina mengandung spirit bagi umat muslim untuk tidak hanya mempelajari ilmu agama saja di Madinah tapi juga untuk mempelajari teknologi di negeri Cina, sebuah negeri yang memang pada saat itu sudah menjadi negeri yang berperadaban tinggi.
Sekolah yang mengharmonisasikan pendidikan umum dan pendidikan agama adalah sekolah yang layak dipilih oleh para orang tua dalam menyekolahkan anak-anaknya agar mereka menjadi anak yang soleh dan solehah yang menjadi investasi bagi orang tua setelah mereka wafat.

B. Pembinaan dan tanggung jawab pendidikan oleh sekolah
1. Tanggung Jawab dan Kewajiban Sekolah
Sekolah telah menjadi lembaga pendidikan sebagai media berbenah diri dan membentuk nalar berfikir yang kuat. Di sekolah, anak belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan wahana yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak-anak didik. Dengan kata lain, sekolah mampu memberikan warna baru bagi kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka ditempa untuk belajar berbicara, berfikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa dalam konteks kehidupan manusia yang sangat luas diukur dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik.
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan baru yang reformatif dan transformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Dengan demikisn, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa ke depan. Anak didik memiliki kebebasannya untuk menentukan kebebasannya melalui sekolah.
Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsa.
Dengan sekolah, organisasi atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari organisasi atau partainya.
Dengan sekolah pula, umat manusia yang berperadaban dan beragama mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang tinggi sebagai bekal untuk melanjutkan dan memperjuangkan agamanya.
Orang tua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah itu anak-anak mereka menerima ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipergunakan sebagai bekal hidupnya kelak di kehidupan dunianya dan kehidupan akheratnya. Sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil transformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.
2. Kerja Sama antara Keluarga dan Sekolah
Untuk mendapatkan hasil pendidikan yang baik, maka sekolah perlu mengadakan kerjasama yang erat dan harmonis antara sekolah dan keluarga atau orang tua. Dengan adanya kerja sama itu, orang tua akan mendapatkan :
a. Pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya.
b. Mengetahui berbagai kesulitan yang sering dihadapi anak-anaknya di sekolah.
c. Mengetahui tingkah laku anaknya selama di sekolah, seperti apakah anaknya rajin, malas, suka membolos, suka mengantuk, nakal dan sebagainya.
Sedangkan bagi guru, dengan adanya kerja sama tersebut guru akan mendapatkan :
a. Informasi-informasi dari orang tua tentang kehidupan dan sifat-sifat anaknya. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi guru dalam memberikan pendidikan sebagai anak didiknya.
b. Bantuan-bantuan dari orang tua dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi anak didiknya di sekolah.
Sayangnya, masih banyak orang tua yang masih belum menyadari akan urgensi kerja sama antara orang tua dan sekolah. Hal tersebut dikarenakan kesibukan orang tua dan asumsi dari orang tua yang beranggapan bahwa kewajiban sekolah hanya untuk mengajarkan pengetahuan dari buku saja supaya anak-anaknya lulus. Kelulusan anak tersebut sudah cukup dan memuaskan bagi orang tua. Selain itu keengganan orang tua dalam menjalin kerja sama dengan sekolah juga bisa dikarenakan orang tua yang merasa minder, malu, dan takut karena mungkin merasa anak-anaknya tertinggal dengan anak-anak yang lain.
Oleh karena itu, sekolah dengan dipelopori oleh kepala sekolah bersama guru-guru mencari alternatif-solusi untuk mempererat hubungan antara keluarga dan sekolah. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempererat hubungan antara keluarga dan sekolah, antara lain :
a. Mengadakan pertemuan dengan orang tua di awal tahun pelajaran, khususnya di hari penerimaan anak didik baru.
Pertemuan tersebut diadakan untuk :
1) Mempromosilkan sekolah.
2) Mendeskripsikan tentang visi, misi, dan tujuan sekolah.
3) Mendapatkan informasi tentang harapan-harapan orang tua terhadap anaknya yang dididik di sekolah tersebut.
4) Mendapatkan informasi tentang karakter anak didik yang baru.
5) Menyampaikan informasi tentang program sekolah
b. Mengadakan surat-menyurat antara sekolah dan keluarga.
Surat-menyurat itu perlu diadakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan progran-program sekolah serta berbagai hal yang terkait dengan proses pendidikan di sekolah.
c. Menyampaikan prestasi belajar anak didik dalam bentuk buku rapot.
Prestasi belajar anak didik dalam bentuk rapot ini selain sebagai laporan pertanggungjawaban terhadap pendidikan yang dilakukan oleh guru terhadap anak didik juga berfungsi untuk mengkomunikasikan perkembangan anak didik terhadap orang tua mereka.
d. Mengadakan buku penghubung akhlak anak didik.
Buku penghubung tersebut dipegang oleh orang tua untuk mencatat perkembangan akhlak anak didik selama berada di rumah kemudian hasilnya disampaikan kepada guru di sekolah untuk mendapatkan bimbingan dan pendidikan terhadap anak lebih lanjut.


e. Mengunjungi orang tua murid.
Tentu saja sangat sulit bagi suatu sekolah untuk mengunjungi setiap orang tua. Untuk efektifitas dan efisiensi, sekolah bisa mengunjungi orang tua yang sedang melaksanakan hajatan, sedang terkena musibah, serta orang tua yang anaknya sedang mengalami kesulitan dalam proses pendidikannya di sekolah. Mengunjungi orang yang sedang hajatan atau sedang terkena musibah ini sangat dianjurkan dalam Islam.
f. Mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kesiswaan yang dihadiri oleh para orang tua.
Kegiatan tersebut bisa digunakan oleh pihak sekolah untuk beramah tamah dengan orang tua murid.
g. Membentuk perkumpulan orang tua, seperti komite sekolah.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Hubungan yang harmonis antara keluarga dan sekolah ini selain diharapkan dapat memaksimalkan keberhasilan pendidikan juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah SWT (QS. An Nisa : 1, QS. Ar Rad : 21)
3. Sekolah sebagai Wahana Sosialisasi
Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah laku sosialnya. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru salah satunya berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.
Di sekolah berlangsung proses sosialisasi anak melalui pendidikan. Pendidikan merupakan kata kunci dari proses sosialisasi yang ada di sekolah. Guru menjadi transformer nilai-nilai budaya kepada semua anak didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya.
Fungsi sosialisasi yang dilaksanakan oleh sekolah mencangkup lima dimensi, antara lain :
a. Pendidikan tidak hanya mencangkup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai, dan kepekaan pribadi.
b. Peran seleksi sosial (mencangkup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi terhadap peluang kerja).
c. Fungsi indokrinasi.
d. Fungsi pemeliharaan anak.
e. Aktivitas kemasyarakatan.
Jadi sekolah memiliki fungsi pendidikan, peran sosial, indokrinasi, pemeiliharaan, dan aktivitas kemasyarakatan.
Sekolah sebagai wahana sosialisasi anak akan menentukan corak berfiki rdan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan dimiliki masyarakat. Pada gilirannya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai dengan akar budayanya dengan kemampuan merespon perubahan di masyarakat.

C. Sekolah di Era Teknologi Informasi dan Komunikasi
1. Fenomena Masyarakat Informasi
Pada abad ke 21 kencangnya arus globalisasi semakin terasa, menghantam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Tofler, pada saat ini sedang terjadi pergeseran kekuasaan (powershift) yang menggerogoti setiap pilar sistem kekuasaan lama yang secara mendasar telah dan akan mengubah kehidupan keluarga, bisnis, politik, negara-negara, dan struktur kekuasaan global itu sendiri. Kekuatan, kekayaan, dan pengetahuan menjadi tiga dasar kekuasaan yang mementukan kompetisi global.
Dalam era Informasi, eksistensi keluarga sebagai bagian dari masyarakat juga memberikan implikasi penting bagi sistem baru pendidikan. Menurut Reigeluth dan Garfinkel, model karakteristik masyarakat informasi tersebut antara lain :
a. Tujuan dan model berkisar pada proses pengorganisasian iptek mengenai informasi dan pengembangan pengetahuan.
b. Dasar kekuatannya adalah perluasan kekuatan kognitif dengan teknologi tinggi.
c. Paradigmanya adalah berfikir sistemik, munculnya hubungan sebab akibat (causality), kompleksitas yang dinamis, orientasi ekologi.
d. Berkembangnya teknologi; proses pengumpulan, pengorganisasian, penyimpanan informasi, jaringan komunikasi, sistem perencanaan dan rancangan.
e. Komoditi pokok; informasi dan pengetahuan sebagai kunci produk, manusia profesional dan pelayanan teknik adalah komoditi utamanya.
f. Pola konsumsi lebih kecil dan lebih efisien.
g. Karakteristik organisasi; terpadu, sinergi, perubahan, dan fleksibilitas.
2. Tantangan dan Peluang Sekolah di Era Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dunia yang semakin mengglobal sekarang ini, bergerak dan berubah semakin cepat dan kompetitif. Semua bidang mengalami pergeseran dan tantangan, termasuk sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan. Sekolah menghadapi tantangan serius untuk mampu mengikuti sekaligus berada di garda depan perubahan global tersebut.
Proses pendidikan di sekolah pada era teknologi informasi dan komunikasi ini harus berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan berbagai teknologi informasi dan komunikasi menjadi hal yang fundamental bagi kemajuan dunia pendidikan di sekolah dewasa ini. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan diskusi jarak jauh dengan salah satu pendidik atau pakar pada suatu wilayah atau negara dengan pihak-pihak yang membutuhkannya di wilayah yang lain.
Pemanfaatan komputer, internet, multi media untuk pendidikan harus sudah dimulai sejak dari sekolah dasar (SD). Sudah saatnya sejak dini diperkenalkan dunia teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan untuk memasuki dunia global. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akan memudahkan peserta didik untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkannya dalam proses pendidikan.
Namun dibalik peluang tersebut, terdapat beberapa tantangan yang terdapat di dalamnya, antara lain :
a. Proses pendidikan cenderung cognitif oriented.
Hal tersebut merupakan salah satu dari karakteristik masyarakat di era informasi seperti yang telah dijelaskan di atas.
b. Munculnya persaingan antar sekolah dalam ranah material.
Sekolah membutuhkan berbagai fasilitas untuk mendukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, tiap sekolah pun berusaha untuk memenuhinya bahkan terjadi persaingan antar sekolah dalam pemenuhannya yang menjadikan sekolah mengabaikan pembangunan karakter peserta didiknya.
c. Mengikisnya nilai-nilai agama pada peserta didik.
Transformasi pendidikan yang terjadi melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi cenderung cognitif oriented sehingga transformasi nilai pun terabaikan. Ketidakseimbangan tersebut dapat menjadikan terkikisnya nilai-nilai agama pada peserta didik. Salah satu contoh konkretnya misalnya pada kasus pengggunaan fasilitas Facebook. Facebook sebagai alat jejaring sosial bisa dimanfaatkan sebagai media transformasi pengetahuan dan sosial namun dalam penggunaannya banyak pemakainya yang mengabaikan waktu solat, mengabaikan pekerjaan, mengabaikan belajar, dan mengabaikan kewajibannya yang lain dan lebih mementingkan diri untuk ber-facebook ria.
Namun di balik majunya teknologi informasi dan komunikasi, kemajuannya tidak dapat menggantikan peran guru dalam pendidikan. Secanggih apapun teknologi yang digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, peserta didik masih tetap membutuhkan sosok guru sebagai pemandunya. Peran strategis guru tersebut harus bisa dimanfaatkan dengan optimal untuk meminimalisir efek negatif yang berasal dari tantangan-tantangan di atas. Sebagai seorang fasilitator dalam transformasi pengetahuan, guru juga hendaknya mampu mentransformasikan nilai-nilai kebajikan pada peserta didik agar moral mereka tidak terkikis oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

D. Demokratisasi di Sekolah
Kelas merupakan salah satu elemen sekolah yang memiliki peran tersendiri dalam proses pendidikan. Kelas sebagai ruang kecil yang berisikan sejumlah anak didik memberikan andil bagi pembentukkan kepribadian, kecerdasan, emosi anak didik, dan lain sebagainya. Kelas merupakan ruang bagi mereka untuk mencurahkan banyak hal yang dapat dikerjakan.
Guru seyogyanya menenpatkan kelas sebagai ruang belajar yang mampu memotivasi untuk belajar, memberikan kepuasan tersendiri, dan menghasilkan praktek pendidikan yang bermutu. Hal tersebut dikarenakan selama ini kelas bukan lagi ruang yang mendidik. Ketika masuk ke ruang kelas, kadang anak didik merasa malas karena adanya beberapa faktor, antara lain :
1. Pola pembelajaran di kelas yang otoriter.
Pada saat pembelajaran di dalam kelas, anak didik harus mematuhi dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru. Jika keadaan tersebut berlangsung secara terus menerus maka akan menjadikan anak didik merasa dirinya seperti robot yang selalu harus patuh dan mengikuti gurunya, alhasil anakpun menjadi bosan di kelas.
2. Proses transformasi pengetahuan yang teacher centered.
Guru menganggap dirinya yang paling pintar dan mengetahui materi pelajaran yang disampaikan sehingga anak didik harus menerima begitu saja apa yang disampaikan oleh gurunya. Filosofi yang menganalogkan anak didik seperti sebuah gelas dan guru seperti sebuah poci yang akan digunakan untuk menuangkan air (pengetahuan) di dalam gelas tersebut merupakan salah satu bentuk dokrin arogansi pendidik, yang menjadikan anak didik mutlak sebagai objek didik (gelas) yang tidak mempunyai daya apa-apa di hadapan gurunya. Lebih tepatnya, arogansi tersebut dikarenakan guru memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada anak didik.
3. Penggunaan metodelogi mengajar yang monoton dan searah.
Kemungkinan lain yang menjadikan anak malas dan bosan di dalam kelas adalah karena penggunaan metodelogi mengajar yang monoton dan searah. Guru sekonyong-konyong koder menyampaikan materi pelajaran hanya dengan metode ceramah satu arah. Guru menyampaikan materi dan anak didik hanya mendengarnya tanpa memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan pendapatnya mengenai persoalan yang sedang dibicarakan oleh guru.
Oleh karena itu, demokratisasi di dalam kelas sebagai wujud demokratisasi di sekolah perlu ditumbuhkembangkan. Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat, dan cratein yang berarti memerintah. Definisi yang populer mengenai demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memiliki beberapa unsur penting, yaitu asas kemerdekaan, asas persamaan, dan asas persaudaraan.
Jika asas-asas demokrasi tersebut dilaksanakan dalam proses pendidikan di sekolah maka semangat tersebut akan menciptakan kelas yang demokratis pula. Setiap anak didik harus mendapatkan ruang yang sama dalam kelas dan menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan dalam pelayanan pendidikan. Demokratisasi di dalam kelas bertujuan untuk melahirkan komitmen bersama bahwa pendidik dan anak-anak didik memiliki posisi yang sedang belajar bersama, mencari pengetahuan baru, dan mendapatkan hal yang baik.
Demokratisasi di dalam kelas menuntut tersedianya ruang selebar-lebarnya pada setiap anak didik untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan kata lain, pihak sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru, dan staf harus mengupayakan ruang bagi setiap anak didik dalam mengembangkan kreativitasnya.
Oleh sebab itu, guru sebagai orang penting yang menjalankan mesin demokratisasi dalam kelas harus memiliki jika demokratis dan mampu menerima segala perbedaan setiap anak didik dalam berbagai aspek. Guru menjembatani seluruh kegiatan yang bisa membangun kerja sama di antara anak didik sehingga mereka saling membangun kebersamaan yang kondusif dan dinamis. Mereka mendapatkan upaya pendidikan yang sama, tidak ada yang merasa disingkirkan sedemikian rupa.
Demokratisasi di dalam kelas yang mendendangkan komitmen saling menerima perbedaan pendapat dalam kehidupan anak-anak didik akan membawa pola pendidikan yang berada dalam konteks mencerdaskan. Demokratisasi di dalam kelas juga berperan dalam mengembangkan budaya berfikir kritis anak didik yang saling mendukung menuju kebersamaan hidup, saling melengkapi, dan tidak saling menjatuhkan. Ending-nya,demokratisasi di sekolahpun diharapkan mampu memperkuat jati diri anak didik yang berkarakter kuat dan siap menerima segala bentuk perubahan hidup. Demokratisasi di sekolahpun akan menjadikan pendidikan lebih humanis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar