Kamis, 13 Januari 2011

BAB XIII EVALUASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berati menilai. Dengan demikian evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan (evaluation). Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa manusia, kegiatan, keadaan, benda, atau sesuatu kesatuan tertentu.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan pengukuran (measurement). Pengukuran berarti perbandingan data kuantitaif dengan data kuantitatif lainnya yang sesuai dalam rangka mendapatkan nilai (angka). Dengan demikian, pengukuran berkenaan dengan masalah kuantitatif untuk mendapatkan informasi yang diukur. Oleh sebab itu dalam pengukuran diperlukan alat bantu tertentu. Misalnya, untuk mengukur kemampuan atau prestasi seseorang dalam memahami bahan pelajaran diperlukan tes prestasi belajar, untuk mengukur IQ digunakan tes IQ, untuk mengukur berat badan digunakan alat timbangan, dan lain sebagainya.
Pengukuran dalam pendidikan adalah usaha untuk memahami kondisi-kondisi objektif tentang sesuatu yang akan dinilai. Dengan demikian, antara evaluasi dan pengukuran tidak bisa disamakan walaupun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Evaluasi akan lebih tepat jika didahului oleh proses pengukuran. Sebaliknya, pengukuran tidak akan memiliki arti apa-apa jika tidak dikaitkan dengan proses evaluasi. Misalkan berdasarkan pengukuran diperoleh informasi bahwa peserta didik SMA dapat menyerap 60% bahan pelajaran yang akan di UN kan. Lalu apa artinya itu? Dapatkah dikatakan bahwa peserta didik SMA tersebut akan lulus UN? Dapatkah dikatakan bahwa peserta didik tersebut menguasai bahan pelajaran? Tentu saja untuk sampai pada kesimpulan tersebut diperlukan suatu proses pengambila kesimpulan atau proses pemberian makna yang disebbut dengan evaluasi. Jadi dengan demikian pengukuran itu hanya bagian dari evaluasi dan tes merupakan bagian dari pengukuran. Jadi jelaslah bahwa tes adalah bagian dari pengukuran dan pengukuran merupakan bagian dari evaluasi. Ini berarti, sebelum dilakukan evaluasi, didahului oleh pengukuran dan pengukuran adalah hasil dari suatu tes. Dan pengukuran merupakan proses pengumpulan data yang diperlukan dalam rangka memberikan evaluasi yakni berupa keputusan-keputusan terhadap sesuatu.
Istilah lain yang erat hubungannya dengan evaluasi dan pengukuran adalah penilaian (assessment). Pada dasarnya penilaian adalah bagian dari evaluasi yang lebih luas dari pada pengukuran. Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif. Dengan demikian, antara evaluasi, penilaian, dan pengukuran memiliki keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan.
Misalnya seorang guru hendak mengevaluasi tentang keberhasilan peserta didik dalam menyerap informasi yang diberikan selama satu semester. Pertama kali ia kumpulkan data tentang kemampuan peserta didik di dalam kelas melalui tes prestasi hasil belajar, melalui refleksi pembuatan tugas, dan lain sebagainya (pengukuran). Dari pengumpulan data diperoleh hasil sebagai berikut :
No. Nama Skor Hasil Tes Hasil Tugas
1. Bambang 60 65
2. Okto 80 75
3. Irfan 75 75
4. Markus 80 80
5. Firman 95 90
6. Gonzales 70 70

Apa artinya data di atas? Data di atas belum memiliki arti apa-apa bukan? Data tersebut baru akan memiliki arti jika telah dilakukan penilaian (interpretasi). Misalnya rata-rata skor tes adalah 76,67 sedangkan rata-rata tugas 75,83. Dengan demikian data dapat diinterpretasikan bahwa Bambang, Irfan dan Gonzales berada di bawah rata-rata kelas dan lainnya ada di atas rata-rata. Setelah kita lakukan interpretasi, selanjutnya kita lakukan evaluasi, misalnya bagaimana keberhasilan peserta didik dalam belajar? Siapa saja yang harus melakukan remidial? dan lain sebagainya.
Dari konsep evaluasi, penilaian, dan pengukuran, ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi, antara lain :
1. Evaluasi merupakan suatu proses
Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian evaluasi bukanlah hasil atau produk tetapi rangkaian kegiatan. Untuk apa tindakan itu dilakukan? Tindakan itu dilakukan untuk memberi makna atau nilai sesuatu yang dievaluasi. Dengan kata lain evaluasi dilakukan untuk menentukan judgement terhadap sesuatu. Education is concerned with making judgement about thing.
2. Evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai
Artinya, berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Dengan kata lain, evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai.
Term evaluasi dalam wacana keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti, tetapi terdapat term-term tertentu yang mengarah pada makna evaluasi di atas. Term-term tersebut antara lain :
1. Al-hisab
Memiliki makna mengira, dan menghitung. Hal ini dapat dilihat pada ayat berikut :
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Al Baqarah : 284)
2. Al-bala
Memiliki makna cobaan dan ujian. Misalnya dalam ayat berikut :
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(QS Al Mulk : 2)
3. Al-hukm
Memiliki makna putusan atau vonis. Misalnya dalam ayat berikut :
“Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
(QS An Naml : 78)
4. Al-qadha
Memiliki makna arti putusan. Misalnya dalam ayat berikut :
“Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.”
(QS. Thahaa : 72)
5. Al-nazr
Memiliki arti melihat. Misalnya dalam ayat berikut :
“Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”
(QS. An Naml : 27)

B. Objek Evaluasi
Objek evaluasi pendidikan dalam arti yang umum adalah peserta didik. Sementara dalam arti yang khusus adalah aspek-aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik di sini sebenarnya bukan hanya sebagai objek evaluasi semata, tetapi juga sebagai subjek evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu evaluasi diri sendiri (self evaluation/instrospeksi) dan evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).



1. Evaluasi diri sendiri (self evaluation/instrospeksi)
Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan introspeksi atau perhitungan terhadap diri sendiri. Evaluasi ini tentunya berdasarkan kesadaran internal yang bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas (amal saleh) pribadi. Apabila dalam evaluasi tersebut ditemukan beberapa keberhasilan maka keberhasilan itu hendaknya dipertahankan atau ditingkatkan. Akan tetapi bila ditemukan beberapa kelemahan dan kegagalan maka hendaknya hal tersebut segera diperbaiki dengan cara meningkatkan ilmu, iman, dan amal.
Umar bin Khatab berkata “hasibu qabla an tuhasabu” (evaluasilah dirimu sebelum engkau dievaluasi). Statement ini berkaitan dengan kegiatan evaluasi terhadap diri sendiri. Asumsi yang mendasari statement tersebut adalah bahwa Allah mengutus dua malaikat, yaitu Raqib dan Atib sebagai supervisor dan evaluator terhadap manusia. Kedua malaikat tersebut mencatat semua perbuatan manusia. Berdasarkan catatan tersebut Allah mengevaluasinya. Hasil penilaian yang baik mendapatkan surga sedangkan hasil penilaian yang buruk mendapatkan neraka. Karena itu, manusia dituntut untuk selalu waspada dan memperhitungkan segala tindakannya agar kehidupannya kelak tidak merugi. Salah satu contoh yang pernah melaksanakan evaluasi pendidikan dengan cara tersebut adalah Hasan al-Banna pendiri Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Ia menerapkan cara evaluasi terhadap diri sendiri dan kepada seluruh peserta didiknya setiap hari.
2. Evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).
Evaluasi terhadap orang lain dalam hal ini adalah terhadap peserta didik merupakan bagian dari kegiatan pendidikan. Kegiatan ini merupakan sebuah keharusan. Keharusan ini tentunya berdasarkan niat “amar ma’ruf nahi munkar” yang bertujuan untuk perbaikan (ishlah) perbuatan sesama umat. Syarat evaluasi harus bersifat objektif, segera dan tidak dibiarkan berlarut-larut, dan menyeluruh sehingga peserta didik tidak tenggelam ke dalam kebimbangan, kebodohan, kezaliman, dan dapat melakukan perubahan secara cepat dan tepat ke arah yang lebih baik dari perilaku sebelumnya.

C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Dalam rangka menerapkan prinsip keadilan, objektivitas, dan keikhlasan, maka evaluasi pendidikan bertujuan untuk :
1. Mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan.
2. Mengetahui prestasi hasil belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian prinsip life long education benar-benar berjalan secara berkesinambungan.
3. Mengetahui efektivitas pembelajaran, apakah yang telah dilakukan guru benar-benar tepat atau tidak terutama berkenaan dengan sikap guru maupun sikap peserta didik.
4. Mengetahui kelembagaan, ketersediaan sarana dan prasarana, dan efektivitas media yang digunakan untuk menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat dalam rangka berpacu dalam prestasi.
5. Mengetahui sejauh mana muatan kurikulum telah dipenuhi dalam proses pembelajaran
6. Mengetahui alokasi pembiayaan yang dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan pendidikan, baik secara fisik (seperti fasilitas ruang, perpustakaan, honorarium pendidik) maupun kebutuhan psikis (ketenangan, kedamaian, kesehatan, keharmonisan).
Dengan beberapa tujuan di atas, evaluasi berfungsi sebagai feed back (umpan balik) terhadap kegiatan pembelajaran. Umpan balik ini berguna untuk :
1. Ishlah
Yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.


2. Tazkiyah
Yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya melihat kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus dihilangkan maka harus dicari sublimasi yang cocok dengan program semula.
3. Tajdid
Yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik. Dengan kegiatan ini, maka pendidikan dapat dimobilisasi dan didinamisasikan untuk lebih maju dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman.
4. Al-dakhil
Yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik baik berupa rapor, ijazah, piagam, dan sebagainya.

D. Prinsip-prinsip Evaluasi
Prinsip-prinsip evaluasi yang dilandasi oleh nilai-nilai universal ajaran Islam antara lain :
1. Kontinuitas
Evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali, persemester, atau sebulan sekali. Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus, baik pada proses pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran berhasil.
Prinsip evaluasi ini diperlukan atas pemikiran bahwa pemberian materi pendidikan pada peserta didik tidak sekaligus, melainkan secara gradual dan berproses seiring dengan kemampuan dan perkembangan psikofisik peserta didik. Oleh karena itu, proses evalusai perlu mengikuti tahapan-tahapan tersebut walaupun masing-masing tahapan tidak dapat dipisahkan. Prinsip ini diisyaratkan dalam al-Qur’an mengenai kasus keharaman minuman keras yang dilakukan secara bertahap.


2. Comprehensif
Evaluasi dilakukan pada semua aspek-aspek kepribadian peserta didik, yaitu aspek intelegensi, pemahaman, sikap, kedisiplinan, tanggung jawab, pengamalan ilmu yang diperoleh, dan sebagainya.
3. Objetivitas
Evaluasi dilakukan secara adil bukan subjektif. Artinya pelaksanaan evaluasi berdasarkan keadaan sesungguhnya dan tidak dicampuri oleh hal-hal yang bersifat emosional atau irrasional. Sikap ini secara tegas dikatakan oleh Rasulullah dengan melarang seorang hakim yang sedang marah untuk memutuskan perkara, sebab hakim semacam ini pikirannya diliputi emosi yang mengakibatkan putusannya menjadi tidak objektif dan rasional.
4. Validas
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi yaitu meliputi seluruh bidang-bidang tertentu yang ingin diketahui dan diselidiki.
5. Reliabilitas
Pelaksanaan evaluasi dapat dipercaya. Artinya memberikan evaluasi kepada peserta didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya dan keadaan yang sesungguhnya.
6. Efisiensi
Evaluasi dilaksanakan secara cermat dan tepat pada sasarannya.
7. Ta’abbudiyah dan ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan penuh ketulusan dan pengabdian kepada Allah. Apabila prinsip ini dilakukan, maka upaya evaluasi akan membuahkan kesan husnudzan (baik sangka), terjadi perbaikan tingkah laku secara positif, dan menutupi rahasia-rahasia buruk pada diri seseorang.






E. Jenis-jenis Evaluasi
Ada banyak jenis evaluasi yang pada dasarnya jenis-jenis evaluasi tersebut juga telah tersirat di dalam al-Qur’an melalui firmanNya berikut ini :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Hasyr : 18)
Ayat di atas diawali dengan seruan terhadap umat beriman. Biasanya ketika suatu ayat diawali dengan seruan terhadap orang yang beriman, maka akan terdapat beberapa perintah atau larangan, dan dalam konteks ayat ini, perintah yang pertama dikemukakan adalah perintah untuk bertaqwa kepada Allah bahkan dalam ayat tersebut perintah bertaqwa dikatakan secara berulang-ulang. Dalam hal ini, bertaqwa kepada Allah pada redaksi pertama dikaitkan dengan suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia beriman agar senantiasa melakukan evaluasi terhadap perbuatannya yang telah lalu yang akan menjadi dasar dalam melakukakn perbuatan selanjutnya. Sementara perintah taqwa yang kedua dikaitkan dengan satu kenyataan bahwa Allah senantiasa Maha Mengetahui apa yang dikerjakan setiap manusia.
Berkaitan dengan evaluasi apa yang telah dikerjakan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah maka terdapat beberapa waktu evaluasi, yaitu :
1. Evaluasi harian
Pada surat al-Hasyr ayat 18 disebutkan bahwa kita diperintah untuk mengevaluasi diri setiap hari sebagai acuan atau pertimbangan apa yang akan kita perbuat hari esok. Tanpa mencoba melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan, maka kemungkinan besar tidak akan ada perubahan yang signifikan di hari esok.



2. Evaluasi mingguan
Evaluasi ini dilaksanakan pada setiap hari Jum’at. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pada hari tersebut para sahabat selalu ke masjid jauh sebelum jum’atan dilaksanakan. Tentu kedatangannya ke masjid bukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban, tetapi lebih untuk melakukan perenungan terhadap perbuatan yang telah dilakukan selama satu minggu. Sehingga ia bisa mengukur apa saja kekurangannya dan dengan cara apa pula ia harus memperbaikinya. Kita biasanya menyebut istilah perenungan di masjid tersebut dengan istilah i’tikaf.
3. Evaluasi tahunan
Evaluasi ini dilakukan pada setiap bulan Ramadhan. Evaluasi tersebut dilakukan dengan berpuasa.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al Baqarah : 186)
Secara tersirat, ayat di atas menuntut orang yang berpuasa agar senantiasa melakukan pengkajian terhadap al-Qur’an dan terhadap dirinya sendiri yang akan menjadikannya tersadar kembali bahwa ia hanyalah seorang hamba yang fakir di hadapanNya. Ia menyadari kalau dirinya itu hanyalah sebatang ilalang di tengah bentangan alam semesta. Eksistensi hidupnya sangat bergantung pada curahan kasih Sang Pencipta. Kesadaran ini akan menjadikan dirinya terus-menerus mencoba mendekatkan diri pada Allah dengan berdoa. Dalam hal ini, berdoa merupakan indikator ke-tawadhu-an manusia pada Tuhan, yang menunjukkan bahwa dirinya menyadari betul kalau ia hanyalah manusia fakir yang tidak mempunyai apa-apa di hadapanNya.
Lebih lanjut, pada akhir Ramadhan Rasulullah menganjurkan umatnya agar melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir. Bahkan pada sepuluh hari terakhir inilah Rasulullah senantiasa melakukan muhadharah dengan Jibril guna mengevaluasi hafalan al-Qur’an beliau.
Dalam konteks pendidikan, evaluasi Qur’anic tersebut mempunyai karakter yang sama dengan evaluasi-evaluasi pendidikan di bawah ini :
1. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu mata pelajaran tertentu. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa manusia (peserta didik) diciptakan dengan beberapa kelemahan dan semula tidak mengetahui apa-apa sehingga memiliki pengetahuan. Dalam konteks ini, evaluasi formatif merupakan bagian dari pembiasaan. Untuk itu upaya pembentukan sikap dan keterampilan peserta didik tidak akan terbangun apabila tidak melalui pembiasaan dan pengulangan. Dalam melaksanakan evaluasi formatif, seorang guru perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran mengarah ke arah yang lebih baik dan efisien.
b. Aspek tujuan, yaitu untuk mengetahui sampai di mana penguasaan peserta didik tentang bahan pendidikan yang diajarkan dalam satu program satuan pelajaran serta sesuai atau tidaknya dengan tujuan.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai pada penilaian formatif meliputi tingkat pengetahuan peserta didik, keterampilan, dan sikapnya ketika dalam proses pembelajaran dilaksanakan.
2. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam setengah semester, satu semester, atau akhir tahun untuk menentukan jenjang pendidikan berikutnya. Asumsi evaluasi ini adalah bahwa segala sesuatu (termasuk peserta didik) diciptakan mengikuti hukum bertahap. Setiap tahap memiliki satu tujuan dan karakteristik tertentu. Satu tahapan harus diselesaikan terlebih dahulu untuk kemudian beralih ke tahapan yang lebih baik. Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”
(QS. Al Insyiqaq : 19)
Dalam melakukan evaluasi sumatif, seorang guru perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk menentukan angka atau nilai peserta didik setelah mengikuti program bahan pelajaran dalam setengah semester, satu semester, atau dalam satu tahun.
b. Aspek tujuan, yaitu untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti program bahan pelajaran dalam setengah semester, satu semester, atau dalam satu tahun.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai atas kemajuan hasil belajar meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan penguasaan peserta didik tentang materi pelajaran yang diberikan.
d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan sebaiknya evaluasi dilaksanakan, apakah sebelum, ketika proses belajar berlangsung, atau akhir pembelajaran.
3. Evaluasi diagnostik
Evaluasi diagnostik yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik. Meliputi kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang ditemui dalam pembelajaran. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa pengalaman pahit masa lalu dapat dijadikan “guru” untuk memperbaiki masa depan. Setiap kegiatan dalam proses pembelajaran tidak lepas dari kesulitan dan hambatan. Apabila seorang peserta didik dapat menyelesaikan dan memecahkan hambatan dan kesulitan yang dihadapi, maka ia akan memperoleh kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Dalam Islam, banyak firman Allah yang mengisyaratkan asumsi ini, seperti :
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
(QS. Alam Nasyrah : 5-7)
Dalam melaksanakan evaluasi diagnostik, seorang guru perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, antara lain :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang mengganggu peserta didik yang dapat mempersulit dan menghambat proses pembelajaran, baik dalam satu bidang pelajaran tertentu atau keseluruhan bidang pelajaran. Setelah mengetahui penyebab kesulitan yang terjadi, lalu diformulasi usaha pemecahannya.
b. Aspek tujuan, yaitu untuk membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami peserta didik sewaktu mengikuti pembelajaran pada satu mata pelajaran atau keseluruhan program pembelajaran.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya, dan semua aspek yang menyangkut kegiatan pembelajaran.
d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan diperlukan pembinaan yang tepat dalam rangka meningkatkan mutu pengetahuan peserta didik.
4. Evaluasi penempatan
Evalusi penempatan yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas yang diinginkan. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa setiap manusia (peserta didik) memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Perbedaan tersebut bisa merupakan kelebihnya dan juga kelemahannya. Masing-masing perbedaan harus ditempatkan sebagaimana seharusnya, sehingga kelebihan individu dapat berkembang dan kelemahannya dapat diperbaiki. Firman Allah SWT :

Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing."
(QS. Al Isra : 84)
Dalam melakukan evaluasi penempatan, seorang guru perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui potensi, kecenderungan kemampuan peserta didik dan keadaan pribadinya agar dapat ditempatkan pada posisinya. Umpamanya anak yang berbadan kecil dan pendek jangan ditempatkan di paling belakang, tetapi sebaiknya di depan agar ia tidak mengalami kesulitan mengikuti proses pembelajaran. Di SMA misalnya, peserta didik yang berbakat Ilmu Pasti jangan ditempatkan pada jurusan Bahasa, sebab ia akan mengalami hambatan dalam menerima pelajaran lebih lanjut. Banyak lagi masalah-masalah lain yang harus diperhatikan dalam penempatan peserta didik.
b. Aspek tujuan, yaitu untuk menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan, serta keadaan diri anak sehingga anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran atau setiap program yang disajikan guru.
c. Aspek yang dinilai, yaitu mengetahui keadaan fisik dan psikis, bakat, minat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, sikap, dan aspek-aspek lain yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya. Kemungkinan evaluasi ini dapat dilakukan setelah anak mengikuti pelajaran selama satu semester dan satu tahun sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan sebaiknya dilaksanakan evaluasi penempatan, apakah sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran atau setelah mengikuti pendidikan di suatu tingkat pendidikan tertentu.


F. Alat dan Teknik-teknik Evaluasi
Dalam hal ini, alat evaluasi dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain :
1. Evaluasi menggunakan tes baku
Tes baku adalah tes yang dapat dijadikan sebagai alat pengukuran secara tepat dan tetap. Ketetapan suatu alat tes ini dimaksudkan bahwa alat itu dapat dijadikan pengukur kemampuan sesuatu dengan hasil yang sah. Pelaksanaannya dapat dilakukan kapan saja untuk mengukur kemampuan sesuai dengan tujuan dan hasil yang selalu dapat menggambarkan keadaan yang bersangkutan dalam mata pelajaran itu. Sebuah alat tes baku untuk mengukur kemampuan peserta didik SMA dalam mata pelajaran Fisika misalnya, hasilnya dapat menggambarkan keadaan kemampuan peserta didik yang bersangkutan dalam mata pelajaran Fisika tingkat SMA secara sah dan dapat dipercaya.
2. Evaluasi menggunakan tes tidak baku (buatan guru)
Sebuah tes tidak baku adalah tes yang tidak dapat diketahui kesahihannya dalam mengukur kemampuan tertentu secara tetap, dan tidak dipercaya ketepatannya. Tes tidak baku adalah tes buatan guru. Kepentingannya terbatas, yaitu untuk mengukur hasil belajar tertentu, dilakukan terhadap kelompok tertentu.
Penggunaan tes baku berkaitan dengan kepentingan yang cukup luas. Sedangkan tes tidak baku atau tes buatan guru terbatas untuk kelompok tertentu terhadap materi pelajaran tertentu pula. Namun demikian di negara kita boleh dikatakan belum dimiliki alat-alat tes baku. Untuk kepentingan guru dalam proses pembelajaran, evaluasi tidak menggunakan tes baku, melainkan tes buatan guru. Itu sebabnya seorang guru harus memiliki kemampuan tentang seluk-beluk bentuk tes khususnya dan prosedur serta teknik evaluasi pada umumnya. Tanpa kemampuan itu guru tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif.


Ada dua macam teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi, yaitu teknik tes dan teknik bukan tes.
1. Teknik tes
Tujuan penilaian dengan teknis tes yaitu untuk mengetahui :
a. Tingkat kemampuan awal peserta didik.
b. Hasil belajar peserta didik.
c. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi peserta didik.
d. Keberhasilan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.
Tes juga dapat digunakan untuk :
a. Mendiagnostik kesulitan belajar peserta didik.
b. Mendorong peserta didik.
c. Mendorong agar guru meningkatkan kemampuan mengajarnya.
Tes dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
a. Tes lisan
Tes lisan dilakukan secara verbal. Ini terutama bertujuan untuk:
1) Kemampuan memecahkan masalah.
2) Proses berfikir terutama melihat hubungan sebab akibat.
3) Menggunakan bahasa lisan.
4) Kemampuan mempertanggung jawabkan pendapat atau konspe yang dikemukakan.
Dalam melaksanakan tes, alat yang dipersiapkan untuk digunakan meliputi :
1) Pedoman pertanyaan, berisi pokok-pokok pertanyaan evaluasi yang akan diajukan.
2) Lembaran penilaian, berupa format yang akan digunakan untuk mencatat skor hasil penilaian keberhasilan menjawab setiap soal yang diajukan.
b. Tes perbuatan
Tes perbuatan atau tes unjuk kerja adalah tes yang dilaksanakan dengan menjawab menggunakan perbuatan, tindakan, atau unjuk kerja. Hal ini berfungsi sebagai penilaian terhadap kemampuan melakukan sesuatu perbuatan (berhubungan dengan domain psikomotor). Bentuk tes ini cocok untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas tertentu, seperti praktek di laboratorium. Peserta didik diminta untuk mendemonstrasikan kemampuan dalam bidang tertentu.
Alat yang digunakan dalam tes perbuatan adalah :
1) Daftar tugas yang harus diselesaikan.
2) Bahan serta alat (devices) yang diperlukan.
3) Lembaran pengamatan untuk mengamati kegiatan peserta didik dalam melaksanakan tugasnya.
Tes ini bertujuan untuk menilai kemampuan :
1) Manipulatif, yaitu kemampuan menggunakan alat.
2) Manual, yaitu kemampuan melakukan perbuatan berdasarkan petunjuk.
3) Non verbal, kemampuan yang susah diungkapkan secara verbal.
4) Meningkatkan kesadaran diri tentang kemampuannya sehingga menimbulkan motivasi belajar.
c. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya. Tes ini mempunyai kegunaan yang cukup luas karena tes ini dapat dilakukan secara perorangan ataupun kelompok. Itu sebabnya tes ini populer karena alasan efektif dan efisien.
2. Teknik bukan tes
Teknik bukan tes umumnya menggunakan alat-alat seperti :
a. Wawancara dan interview
Teknik wawancara ini dilakukan dengan menggunakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti menggunakan media. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara yang mengacu pada tujuan yang ditetapkan.
b. Angket
Angket adalah wawancara yang dilakukan secara tertulis. Prinsip penggunaan dan alat sama dengan wawancara.

c. Pengamatan atau observasi
Dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan baik secara langsung maupun tak langsung. Alat yang digunakan berupa panduan observasi yang disusun dalam bentuk check list atau skala penilaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar