A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Di masa sekarang ini, masalah pendidikan selalu saja menjadi diskursus yang menarik. Salah satu diskursus tersebut adalah tentang bagaimana cara membangun konsep pendidikan yang berkesinambungan sehingga didapatkan hasil yang optimal dari proses pendidikan. Indikasi dari pertanyaan tersebut berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul, antara lain: pertama, mana yang lebih dulu diutamakan, pendidikan akhlak atau akademis?. Kedua, mana yang penting untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, akhlak atau nilai akademik?.
Pertanyaan tersebut tentu saja menggelitik kita semua yang berada dalam kancah pendidikan Islam. Berdasarkan pertanyaan di atas, maka diperlukan suatu proses kerja yang cermat untuk dapat membuat sebuah konsep pendidikan Islam yang dapat dijadikan sebagai pijakan sekaligus acuan dalam membentuk fondasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman yang kokoh dalam mengembangkan perangkat-perangkat pendidikan Islam, seperti kurikulum, metode, media, dan materi pendidikan Islam.
Pendidikan Islam sendiri identik dengan dasar ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Pendidikan Islam sebagai sebuah konsep, perumusan atau produk pikiran manusia dalam rangka pelaksaan pembinaan dan pengembangan potensi peserta didik tidaklah bersifat baku dan mutlak, tetapi bersifat dinamis.
Pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab yang telah menjadikannya sebagai Khalifah fil Ardh. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses pendidikan Islam. Melalui proses pendidikan Islam inilah, Allah SWT telah menampilkan pribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Kepribadiannya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran al-Quran dan Hadist.
Dalam konsep pendidikan Islam dibahas strategi, metode, media, sumber, lingkungan, dan juga materi pendidikan Islam yang bersifat dinamis dalam arti sesuai dengan tuntunan kebutuhan manusia yang selalu tumbuh dan berkembang. Dinamis di sini, tidak berarti proses pendidikan Islam tidak memiliki dasar, tetapi sebagai sebuah proses tentu bukan merupakan suatu harga mati, final, dan tuntas terutama yang berhubungan dengan materi pendidikan Islam.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas bisa diambil rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah idealisme materi pendidikan Islam?”
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Materi Pendidikan Islam
Secara bahasa, materi berarti sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan, dikarang, dan sebagainya. Sedangkan secara bahasa, pendidikan berasal dari kata pedagogi yang berarti pendidikan dan kata pedagogia yang berarti ilmu pendidikan, yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata, yaitu paedos dan agoge yang berarti “saya membimbing, memimpin anak”. Dari pengetian tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Muhammad Hamid an-Nashir dan Kulah Abd al-Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengerahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan. Sedangkan Omar at-Toumi asy-Syaibani menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan di alam sekitarnya.
Sementara itu, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Kemudian Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).
Dengan demikian, materi pendidikan Islam adalah seperangkat bahan yang dijadikan sajian dalam aktivitas pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Bahan tersebut merupakan unsur inti dari kegiatan belajar mengajar dan bahan tersebutlah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik.
Perumusan tentang materi pendidikan Islam didasarkan atas konsep dasar dan tujuan pendidikan Islam, yaitu terbentuknya manusia yang mampu berperan sebagai Khalifah fil Ardh, yang beriman dan bertaqwa, berakhlak, menguasai iptek, profesional, dan beretos kerja tinggi.
2. Landasan Konseptual Materi Pendidikan Islam
Untuk menumbuh-kembangkan atau merancang-bangun materi pendidikan Islam yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, maka menurut penulis acuan pokok materi pendidikan Islam secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu Pertama, sumber daya ilahiyah (wahyu) yang mengacu kepada al-Quran sebagai landasan konseptual dan Sunnah Rasul sebagai landasan operasionalnya. Kedua, sumber daya alami, yang mengacu kepada alam, sebagai sanggar budaya. Ketiga, Sumber daya insani, yang mengacu kepada manusia sebagai makhluk budaya.
a. Al-Qur’an sebagai Landasan Konseptual
Al-Quran adalah wahyu dalam arti ilmu dari Allah, yang disampaikan kepada manusia melalui Nabi Muhammad, guna dijadikan pedoman dalam menata hidupnya di alam. Kepribadian yang qurani terbentuk seiring dengan penguasaan makna al-Quran. Objektifitas pemahaman seseorang tentang makna al-Quran akan menentukan objektifitas keimanannya. Atas dasar itu dalam rangka fungsionalisasi al-Quran, pengenalan bahasa dan makna serta wawasan tentang al-Quran merupakan materi pokok dalam pendidikan Islam.
Telah disepakati oleh umat Islam bahwa al-Quran adalah kalam Allah. Kalam artinya ucapan atau bahasa. Kalam Allah berarti bahasa Allah. Karena pada hakikatnya al-Quran adalah bahasa yang dipakai Allah dalam mengemukakan petunjuk-petunjuk-Nya kepada manusia. Tanpa menguasai bahasa al-Quran manusia tidak akan mengetahui petunjuk yang diberikan oleh Allah. Karena itu bahasa al-Quran merupakan materi dalam pendidikan Islam, dengan tujuan peserta didik dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya. Bahasa adalah alat makna. Tidak mengenal bahasa tidak akan mengenal makna. Penguasaan bahasa al-Quran merupakan upaya dalam rangka memfungsikan al-Quran sebagai bacaan ilmiah. Desain materi pengajaran bahasa al-Quran minimal meliputi pengenalan lambang bahasa yaitu bentuk huruf dan bunyi huruf, tata bahasa yang meliputi sharaf dan nahwu, serta balaghah sastranya.
b. Sunnah Rasul Sebagai Landasan Operasional Al-Qur’an
Para rasul adalah figur objektif dalam mengembangkan konsepsi ilahiah. Sunnah mereka, dalam arti sikap dan tingkah lakunya adalah pola konkret dalam operasionalisasi misi ilahiah yang tepat, dan telah terbukti dalam pentas sejarah. Karena itu dalam upaya menumbuh-kembangkan sumber daya ilahiah di muka bumi, Sunnah para Rasul sampai kapanpun merupakan landasan operasional.
Hadis Rasul pada intinya adalah catatan atau data tentang Sunnah Rasul yang kini telah diabadikan. Sunnah para Rasul sebelum Nabi Muhammad datanya dikemukakan oleh Allah dalam wahyu-Nya.
c. Sumber Daya Alami
Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari alam sekitar. Ketanggapan dan kesigapan manusia terhadap alam akan membawa manfaat bagi kepentingan kehidupan manusia. Bumi dengan seluruh isinya, baik flora maupun fauna, baik yang hidup di darat maupun di laut, benda-benda alam, baik dalam bentuk padat, cair maupun gas yang terdapat di permukaan maupun di perut bumi, sebagai barang tambang, diciptakan oleh Allah untuk manusia. Alam sebagai sumber daya sangat tergantung kepada manusia. Dalam upaya pemanfaatan alam sebagai sumber daya, diperlukan konsentrasi studi bidang kealaman. Pendidikan kealaman yang objektif akan menumbuh-kembangkan daya tarik manusia terhadap alam secara objektif pula. Dengan pengetahuannya yang objektif tentang kealaman manusia akan mampu beradaptasi dengan alam sekitar, dapat menjinakkan alam yang ganas dan mengganaskan alam yang jinak sesuai dengan kodrat alami.
Keberadaan alam selain manusia, diatur berdasarkan hukum kauniah, yang bersifat pasti. Dengan hukum kauniah tersebut objektivitas tentang alam akan diketahui oleh manusia melalui pendekatan empiris, yaitu melalui pengamatan langsung. Lingkungan pendidikan kealaman secara garis besar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengetahuan tentang benda-benda mati yang lazim dikenal dengan fisika, dan pengetahuan tentang makluk hidup yang lazim disebut dengan biologi. Pengetahuan tentang biologis manusia merupakan modal dasar bagi seseorang dalam memperhatikan dirinya. Berbagai unsur yang dibutuhkan, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal adalah materi pokok dalam pendidikan biologi. Begitu pula pengetahuan tentang hewan dan tumbuhan yang diperlukan oleh manusia. Pengetahuan tentang kesehatan, yang meliputi pertumbuhan, perawatan dan pengembangan organis biologis, merupakan modal bagi manusia dalam memfungsikan dirinya sebagai pemangku amanat Allah di muka bumi. Dengan menguasai pengetahuan bidang kesehatan, seseorang akan menjadi sigap dan tanggap terhadap gejala-gejala fisiknya, sehingga tidak cepat panik dalam menghadapi gangguan seperti penyakit.
Prinsip pokok dalam pendidikan kealaman dalam bidang hewan dan tumbuhan, bahwa setiap yang diperlukan oleh manusia akan habis jika manusia tidak merawat atau memeliharanya. Benda-benda alam baik padat, cair, maupun gas merupakan sumber daya alam fisik yang tidak terhitung nilainya bagi manusia. Pengetahuan tentang benda-benda padat dengan struktur atomnya; benda gas dengan kandungannya; air dengan berbagai unsurnya, merupakan sumber yang bermanfaat bagi manusia jika manusia mau memanfaatkannya. Semua yang terhampar di persada dunia dan di angkasa menuntut perhatian manusia yang mau memanfaatkannya. Sebaliknya ketidak pedulian terhadap semuanya itu akan menimbulkan berbagai malapetaka bagi manusia, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Ragam alam yang terhampar di persada dunia demikian banyak, tidak mungkin setiap orang mempunyai kemampuan untuk menjangkau secara menyeluruh. Karena itu dalam kaitannya dengan studi bidang kealaman menuntut spesialisasi.
Perumusan tentang materi pendidikan kealaman didasarkan atas prinsip sesuai dengan kebutuhan. Skala prioritas yang primer dan yang sekunder merupakan asas dalam menentukan kebijakan studi tentang kealaman. Studi kealaman yang tidak mendasar atas prinsip kebutuhan hanya akan menghabiskan biaya, tenaga dan waktu. Studi Kealaman yang selama ini dkembangkan di Indonesia kurang mempertimbangkan asas skala kebutuhan. Hal ini dibuktikan dengan diberlakukannya kurikulum tentang materi kealaman yang seragam baik peserta didik yang hidup di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Padahal, kondisi alam di lingkungannya tidak sama. Akibatnya, antara pengetahuan yang dimiliki peserta didik dengan kenyataan alam yang ada di sekitarnya tidak menunjukkan korelasi.
Lembaga-lembaga pendidikan yang secara formal mencantumkan identitas Islam, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta, yang berafiliasi di bawah Kementrian Agama maupun Kementrian Pendidikan Nasional, atau Departemen lainnya, baik dalam bentuk sekolah maupun pesantren, kurang memperhatikan sektor materi bidang kealaman. Hal semacam ini sudah tentu akan membawa dampak negatif terhadap umat Islam.
d. Sumber Daya Insani
Telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa al-Quran adalah petunjuk Allah untuk manusia dalam hidup di alam, yang berarti bahwa manusia sebagai fokus yang menjadi dua bagian besar, yaitu struktur kesadaran dan struktur gerak dalam berbagai aspeknya. Pokok materi pendidikan yang berkaitan dengan sumber daya insani adalah kesadaran.
Kata sadar secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu shadrun yang artinya pangkal atau pokok. Dalam arti organis biologis shadrun berarti bagian tubuh yaitu dada. Dari pengertian ini muncul anggapan bahwa penentu kesadaran manusia adalah hati yang terletak di dalam dada manusia, bukan di kepala. Kata shadrun di dalam al-Quran erat kaitannya dengan manusia.
Faktor yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya adalah faktor hati. Hati, seperti dinyatakan dalam al-Quran berperan sebagai organ manusia berkaitan dengan keilmuan. Manusia yang tidak mendayagunakan hatinya untuk memahami ilmu yang diajarkan oleh Allah diibaratkan binatang. Dengan demikian maka hati identik dengan akal. Pendidikan kesadaran berarti pendidikan intelektual atau penalaran yang mengacu kepada kreativitas berpikir dalam berbagai lingkupnya. Kesadaran seseorang dibentuk oleh pengaruh yang diamatinya. Jika stimulan yang diamati dari hari ke hari hanya alam materi atau dunia kebendaan, maka kesadaran yang terbentuk adalah kesadaran materialis, dan jika yang mempengaruhinya lebih didominasi oleh faktor intuisi maka kesadaran yang terbentuk adalah kesadaran idealis. Kesadaran yang diharapkan tumbuh dan berkembang di dalam pendidikan Islam adalah kesadaran ilmiah yang qur’ani, bukan kesadaran alamiah yang materialis, atau kesadaran batiniah yang idealis. Kesadaaran qur’ani akan tumbuh dan berkembang jika seeorang memahami makna al-Quran. Karena itu materi pendidikan kesadaran dalam konsep pendidikan Islam adalah al-Quran dalam arti ilmu.
Refleksi kesadaran seseorang akan berwujud menjadi sikap dan tingkah lakunya. Perlakuan terhadap dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan alam yang ada di sekitarnya, merupakan respon dari kesadaran seseorang. Informasi tentang dirinya, keluarga, dan masyarakatnya serta lingkungan alam yang ada di sekitarnya merupakan bahan dalam membina dan menata diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan alam.
3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Islam
Dari landasan konseptual materi pendidikan Islam, maka menurut penulis bisa disimpulkan bahwa materi pendidikan Islam antara lain :
a. Materi pendidikan keagamaan (Spritual Learning)
Pendidikan keagamaan merupakan usaha awal untuk membangkitkan potensi spiritual anak. Disamping itu, pendidikan agama merupakan usaha pembekalan pengetahuan dan kebudayaan Islam. Hal terpenting dalam usaha ini adalah menanamkan keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah, keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul dan hari akhir.
Adapun mata pelajaran yang memuat materi pendidikan keagamaan antara lain : ilmu tauhid, ilmu fiqih, al-Qur’an, Hadist, akhlaq, dan tarikh Islam.
b. Materi pendidikan rasional (Intelectual Learning)
Yang dimaksud dengan materi pendidikan rasional ialah membekali anak sejak dini cara berpikir jernih supaya anak terbiasa menyelesaikan setiap masalah dengan menggunakan pertimbangan akal sehat. Pendidikan dasar-dasar sains dan teknologi harus dimulai sejak dini sebagai bekal dasar agar anak di kemudian hari dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi modern, agar anak menjadi anggota masyarakat yang berperadaban maju, bukan peradaban yang miskin dan terbelakang. Itulah sebabnya Islam sangat menekankan pentingnya mencari ilmu pengetahuan sebab hanya dengan ilmu pengetahuan manusia akan dapat mencapai kemajuan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Banyak sekali Hadits yang menegaskan pentingnya mencari ilmu. Di antaranya, ditegaskan di dalam sebuah Hadits bahwa siapa saja yang menginginkan kebahagiaan dunia maupun akhirat mestilah “dibeli” dengan ilmu pengetahuan. Allah pun berjanji bahwa Dia akan mengangkat martabat orang beriman dan berilmu (QS. 58:11). Bahkan lima ayat pertama dalam al-‘Alaq adalah tentang keharusan mencari ilmu pengetahuan yang diperoleh lewat pendidikan. Turunnya Surat pertama yang memuat pesan keharusan menuntut ilmu ini merupakan isyarat nyata bahwa kemajuan setiap orang (nabi sekalipun) ditentukan dengan keilmuannya, bukan dengan nasab keturunannya, harta kekayaannya maupun predikat sosialnya. Itulah sebabnya Nabi Muhammad saw. menekankan bahwa pendidikan atau pembekalan keilmuan harus dimulai sejak sedini mungkin: “Didiklah anak-anak kalian sebab mereka itu merupakan generasi yang akan menghadapi zaman yang berbeda dari zaman kalian” (HR. Tirmidzi).
Adapun mata pelajaran yang memuat materi pendidikan rasional antara lain : matematika, fisika, biologi, kimia, serta teknologi informasi dan komunikasi.
c. Materi pendidikan jasmani (Physical Learning)
Hadits-hadits seperti dikutip di bawah ini dapat dijadikan pedoman bagi pendidikan jasmani. “Orang mukmin yang kuat adalah lebih berharga dari pada mukmin yang lemah.” Disebutkan lagi: “Kebersihan itu merupakan bagian dari keimanan” Juga dikatakan: “Bersuci itu merupakan pangkal keimanan.” Sabda beliau lagi: “Bergerak jalanlah kalian supaya kalian sehat.” Sabda Nabi lagi: “Kesehatan itu terdapat di udara terbuka.” Maksudnya, udara yang bersih dapat menjamin kesehatan tubuh. Kesehatan mental tidak dapat dipisahkan dari kesehatan jasmani. Makanan, minuman, tempat tinggal dan lingkungan yang sehat menentukan lahirnya kepribadian anak yang sehat. Kebiasaan bergaya hidup sehat harus dimulai sejak dini. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan merupakan contoh pendidikan kesehatan jasmani yang sederhana tetapi sangat penting bagi anak-anak. Demikian pula menggosok gigi sebelum tidur. Ini harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Makanan yang halal dan bergizi baik juga mesti dijadikan perhatian utama bagi orang tua (pendidik). Itu sebabnya Islam mengharamkan bangkai, darah, arak dan daging babi. Etika makan dan minum juga patut diperhatikan dan dibiasakan sejak dini. Misalnya, makan dan minum tidak boleh berlebihan (QS. 7:31). Itu sebabnya Islam menganjurkan puasa. Bila minum, tidak boleh dilakukan dengan sekali teguk seperti unta, tetapi harus dua sampai tiga kali tegukan (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Bergaya hidup bersih, baik badan, pakaian maupun tempat tinggal dan lingkungan sekitar, harus dibiasakan sejak kanak-kanak sebab Allah mencintai orang-orang yang bergaya hidup bersih (QS. 2:222).
Di samping itu, untuk kesehatan anak, pendidikan Islam sangat menekankan pentingnya berolahraga. Nabi Muhammad saw. menganjurkan agar anak kita dididik berolahraga sejak dini seperti berenang, berlari, memanah dan pacuan kuda (HR. Thabrani).
Sekurang-kurangnya, ada tiga tujuan utama dari pendidikan kesehatan jasmani, yaitu:
1) Untuk menjaga dan memelihara kesehatan badan seperti alat pernapasan, peredaran darah, pencernaan, otot dan sistem saraf, serta untuk melatih keterampilan dan ketangkasan.
2) Memupuk solidaritas sosial seperti gemar tolong-menolong dan setia kawan yang umumnya dapat diwujudkan melalui permainan dan olah raga berkelompok (seperti sepak bola).
3) Memupuk perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan seperti kecerdasan, ingatan, kemauan, kerajinan, ketekunan, kegigihan, keteguhan, dll.
Adapun mata pelajaran yang memuat materi pendidikan jasmani seperti Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (PJOK).
d. Materi Pendidikan akhlak (Emosional and Spiritual Learning)
Di dalam sistem pendidikan Islam, pendidikan ahlak tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Para ahli filsafat pendidikan Islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah ruh pendidikan Islam sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik manusia supaya memiliki jiwa dan akhlak mulia. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada pemberian yang lebih berharga dari orang tua kepada anaknya selain dari pendidikan budi pekerti yang baik” (HR. Tirmidzi). Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah berpesan agar orang tua memuliakan anaknya dengan cara menanamkan budi pekerti yang baik (HR. Ibnu Majah). Bahkan pemberian nama yang baik kepada anak secara implisit merupakan pesan moral bahwa orang tua menghendaki anaknya menjadi manusia yang berakhlak baik. Contoh lain, membiasakan anak mengucapkan ungkapan “Mohon maaf!” dan “Terima kasih” merupakan kebiasan sederhana namun terpuji yang dapat mencetak kepribadian bermoralitas tinggi.
Dalam konteks ini, pakar pendidikan Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan Islam bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi membina mental dan akhlak mereka dengan cara memanamkan kegemaran melakukan kebajikan, membiasakan diri bersikap sopan, mencetak mental yang ikhlas dan jujur. Singkatnya, tujuan utama pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pembinaan mental.
Tidak diragukan lagi bahwa akhlak mulia merupakan buah dari keimanan yang merasuk ke dalam kehidupan keagamaan anak. Karena itu, bila anak sejak dini tumbuh dan berkembang dengan dasar iman kepada Allah, maka dia akan memiliki kemampuan untuk mencintai kebajikan dan keutamaan. Tegasnya, dia akan terbiasa berperilaku dengan akhlak mulia karena dia menyadari bahwa iman akan membentengi dirinya dari berbuat dosa dan kebiasaan buruk. Memperjelas hal ini, Abdullah Nasikh ‘Ulwan mengatakan bahwa pendidikan iman akan dapat mengendalikan perilaku menyimpang, memperbaiki jiwa manusia. Tanpa iman, moralitas tidak akan tegak. Ini berarti bahwa moralitas manusia (yang dibina sejak anak kecil) mesti dilandasi iman.
Para filusuf Muslim sepakat mengenai pentingnya periode kanak-kanak dalam pembinaan budi pekerti. Dalam konteks ini, Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa pembinaan akhlak yang paling tepat adalah dimulai sejak masa kanak-kanak. Bila suatu kejelekan sudah menjadi kebiasaan sejak kecil, itu akan sulit memperbaikinya.
Senada dengan al-Jauzi, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa anak adalah amanah bagi orang tuanya. Hati anak kecil itu masih suci bagaikan permata yang mahal harganya. Maka bila anak dibina sejak dini dengan kebiasaan yang baik, bila dia sudah dewasa akan tumbuh menjadi orang yang memiliki sipat-sipat terpuji.
Adapun mata pelajaran yang memuat materi pokok pendidikan akhlak antara lain Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam (seperti yang terdapat di sekolah umum).
e. Materi pendidikan sosial (Social Learning)
Materi pendidikan sosial bagi anak-anak adalah pembiasaan sejak dini di dalam mematuhi norma-norma sosial. Dalam kata lain, pendidikan sosial di masa dini merupakan usaha untuk membiasakan anak bergaul di masyarakat secara sopan. Ini dapat menjamin keberadaan anak sebagai mahluk sosial yang mampu berinteraksi dengan sesamanya secara rukun dan damai. Usaha seperti inilah yang dapat menjamin terciptanya apa yang disebut solidaritas sosial. Dengan demikian, akan terciptalah kesatuan masyarakat yang bulat dan utuh sehingga kesatuan ini dapat dilukiskan sebagai satu tubuh. Nabi Muhammad saw. menggambarkannya sebagai satu jasad sehingga di mana ada salah satu organ yang sakit, maka semua organ lainnya akan merasa sait pula. Inilah wujud nyata solidaritas sosial yang dikehendaki Islam. Solidaritas seperti ini hanya akan terwujud bila individu-individu dalam suatu masyarakat memiliki rasa tanggungjawab dan kepedulian sosial.
Sikap saling menyayangi, saling menghargai dan menghormati merupakan wujud nyata rasa tanggungjawab tersebut. Kegiatan saling berkunjung ke rumah atau berkirim makanan merupakan contoh usaha menanamkan solidaritas sosial yang kelihatannya sederhana namun sangat berharga. Demikian pula kerja bakti dalam melakukan kegiatan-kegiatan sosial seperti perbaikan saluran air, operasi kebersihan lingkungan, penghijauan lingkungan, pembuatan apotek hidup, dll.
Adapun mata pelajaran yang memuat materi pokok pendidikan sosial antara lain Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia dan ilmu pengetahuan sosial (sosiologi, ekonomi, antropologi, sejarah).
4. Integrasi Materi Pendidikan Islam ke dalam Materi Pendidikan Umum
Penyelenggaraan pendidikan keimanan dan ketakwaan (imtak) itu adalah tugas sekolah, bukan tugas guru agama saja. Tujuan pendidikan imtak itu tidak akan tercapai bila hanya dilakukan oleh guru agama saja. Karena itu kepala sekolah, semua guru, semua karyawan, dan orang tua murid harus ikut menyelenggarakan pendidikan imtak itu. Sub bab ini membicarakan sebagian yang harus dilakukan oleh guru umum dalam rangka membantu terselenggaranya pendidikan imtak agar pendidikan imtak itu lebih maksimal hasilnya. Yang dimaksud dengan guru umum ialah guru yang mengajarkan mata pelajaran umum, seperti guru Matematika, guru Biologi, guru Olah Raga, dan lain-lain, pokoknya guru selain guru agama. (Penyebutan guru umum ini sudah tepat; itu bukan pertanda kita menganut dikotomi. Umum itu lawannya khusus, bukan agama. Sering orang mengatakan umum-agama sebagai tanda penganut dikotomi).
Bagaimana cara guru umum melaksanakan pendidikan imtak, sementara ia bukan guru agama? Caranya ialah dengan mengintegrasikan ajaran agama ke dalam pembelajarannya. Pengintegrasian itu dapat dilakukan pada:
a. Pengintegrasian materi pelajaran
Pengintegrasian materi, maksudnya ialah mengintegrasikan konsep atau ajaran agama ke dalam materi (teori, konsep) pengetahuan umum yang sedang diajarkan. Ini terbagi menjadi beberapa kemungkinan, antara lain:
1) Pengintegrasian filosofis, bila tujuan fungsional mata pelajaran (umum) sama dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama. Misalnya: Islam mengajarkan perlunya hidup sehat, sementara mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan juga mengajarkan perlunya hidup sehat. Matematika mengajarkan ketelitian dalam menghitung, Islam juga mengajarkan ketelitian dalam membaca al-Qur’an.
2) Pengintegrasian karena konsep agama berlawanan dengan konsep pengetahuan umum. Misalnya (jika benar) guru Biologi mengajarkan manusia berasal dari monyet (mungkin mengacu pada teori Darwin) sementara guru agama Islam mengajarkan bahwa manusia berasal dari Adam, dan Adam dari tanah. Yang berlawanan ini harus diselesaikan: mungkin guru agama Islam (GAI) yang salah mungkin juga guru Biologi yang keliru. Yang penting, konsep yang berlawanan itu jangan diajarkan seperti itu. Misalnya, GAI mengajarkan bahwa bunga bank, betapapun kecilnya, haram; sementara guru Ekonomi mengajarkan bahwa bunga bank boleh. Ini pun harus diselesaikan. Murid tidak boleh diajari konsep yang berlawanan.
3) Pengintegrasian dapat dilakukan jika konsep agama saling mendukung dengan konsep pengetahuan (umum). Misalnya guru pendidikan jasmani dan kesehatan sedang mengajarkan konsep bahwa kebanyakan penyakit berasal dari makanan; lantas ia mengajarkan bahwa diet itu perlu untuk kesehatan. Guru tersebut dapat meneruskan bahwa puasa adalah diet yang sangat baik. Cukup begitu saja, tidak usah menuliskan dalil atau uraian lebih banyak. Misalnya lainnya. Guru fisika sedang menerangkan benda angkasa, bahwa benda angkasa itu beredar pada garis edarnya masing-masing. Lantas ia mengatakan bahwa ada ayat al-Qur`an yang menjelaskan bahwa memang benda-benda di langit itu beredar pada garis edarnya masing-masing karena diatur Allah demikian. Cukup sebegitu, tidak usah pakai dalil atau uraian lain.
b. Pengintegrasian proses pembelajaran
Pengintegrasian perlu dilakukan juga dalam proses pembelajaran. Konsepnya jangan ada proses pembelajaran yang berlawanan dengan ajaran agama Islam. Misalnya: guru pendidikan jasmani dan kesehatan laki-laki mengajari murid perempuan berenang. Penyelesaiannya ialah mengganti guru lelaki tersebut dengan guru perempuan. Dengan demikian proses berjalan sesuai dengan ajaran Islam. Demikian juga pada proses yang lain seperti pengajaran menari dan lain sebagainya.
c. Pengintegrasian dalam memilih bahan ajar
Pengintegrasian perlu juga dilakukan dalam memilih bahan ajar. Misalnya guru Bahasa Indonesia dapat memilih bahan ajar yang memuat ajaran Islam untuk dibahas, misalnya dalam memilih puisi-puisi atau juga dalam memilih bahan bacaan lainnya. Di sini, guru Bahasa Indonesia itu memang berniat hendak meningkatkan imtak siswa melalui pengajaran Bahasa Indonesia.
d. Pengintegrasian dalam memilih media pembelajaran.
Pengintegrasian juga dapat dilakukan dalam memilih media. Misalnya, tatkala guru Matematika memilih sosok, ia menggunakan sosok masjid untuk mengganti rumah. Ia mengajarkan bahwa satu masjid ditambah dua masjid sama dengan tiga masjid. Tentu itu hanya dilakukan sekali-sekali saja. Pengintegrasian itu dilakukan secara selintas, seperti tidak disengaja, tidak formal, tidak ditulis dalam lesson plan (persiapan mengajar), tidak dievaluasi baik pada post-test mapun pada ulangan umum, tidak mengurangi waktu efektif pengajaran umum.
Usaha pengintegrasian materi ini, di samping untuk membantu tercapainya tujuan PAI juga berdaya dalam menghilangkan pandangan dikotomis yang menganggap bahwa pengetahuan (pengetahuan ilmu, pengetahuan filsafat, pengetahuan mistik) merupakan pengetahuan bebas nilai. Demikian pula agama dipandang sebagai sesuatu yang tidak memiliki kaitan dengan pengetahuan itu. Keduanya tidak dapat dipertemukan, bahkan agama dapat dianggap penghambat perkembangan pengetahuan. Pandangan tersebut merupakan akibat dari cara pandang yang keliru, baik terhadap agama maupun terhadap pengetahuan umum. Jika integrasi agama dengan pengetahuan umum berhasil dengan baik, maka salah satu hasilnya ialah agama itu akan memandu pengetahuan umum.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Materi pendidikan Islam yang ideal adalah materi yang bersumber pada al-Qur’an sebagai landasan konseptualnya dan Hadist sebagai landasan operasionalnya. Dengan demikian, acuan pokok materi pendidikan Islam secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu Pertama, sumber daya ilahiyah (wahyu) yang mengacu kepada al-Quran sebagai landasan konseptual dan Sunnah Rasul sebagai landasan operasionalnya. Kedua, sumber daya alami, yang mengacu kepada alam, sebagai sanggar budaya. Ketiga, Sumber daya insani, yang mengacu kepada manusia sebagai makhluk budaya.
Dari ketiga acuan di atas maka ada empat materi pendidikan Islam, antara lain : Pertama, materi pendidikan keagamaan (spiritual learning) yang terdiri dari mata pelajaran ilmu tauhid, ilmu fiqih, al-Qur’an, Hadist, akhlaq, dan tarikh Islam. Kedua, materi pendidikan rasional (intelectual learning) yang terdiri dari mata pelajaran matematika, fisika, biologi, kimia, serta teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga, materi pendidikan jasmani (physical learning) memuat mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (PJOK). Keempat, materi Pendidikan akhlak (Emosional and Spiritual Learning) yang termuat dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam (seperti yang terdapat di sekolah umum). Dan kelima, materi pendidikan sosial (social learning) yang dimuat pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia dan ilmu pengetahuan sosial (sosiologi, ekonomi, antropologi, sejarah).
2. Saran-saran
Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman konseptual dan operasional materi pendidikan Islam bukan hanya memuat aspek agama an sich, tetapi juga memuat berbagai aspek, seperti perekonomian, politik-kenegaraan, sosial-budaya, ilmu pengetahuan, kesehatan, dan sejarah. Oleh karena itu sangat dimungkinkan terjadinya interkoneksi antara agama dan sains.
Dalam konteks pendidikan, interkoneksi antara agama dan sains tersebut memberikan konstribusi kepada para guru ataupun praktisi pendidikan agar :
a. Mempelajari dan mengkaji al-Qur’an dan hadist serta ijtihad para ulama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Mengintegrasikan antara materi pendidikan Islam dengan materi pendidikan umum.
c. Membuat desain materi pembelajaran berbasis pendidikan Islam, dengan menjadikan ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan hadist sebagai bagian dari sumber materi pembelajaran.
Jika upaya tersebut dilakukan, baik oleh guru pendidikan agama Islam maupun oleh guru mata pelajaran umum, maka secara gradual dikotomi pendidikan akan terminimalisir atau bahkan mungkin akan terkikis sehingga terciptalah konsep Pendidikan Monokhotomik-Holistik.
Daftar Pustaka
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1989).
Ahmad Janan Asifuddin, (Catatan Perkuliahan Filsafat Pendidikan Islam, 11 Desember 2101, Yogyakarta : PPs UIN Sunan Kalijaga).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992).
Asad M. Alkalali, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997).
Darwin Syah, dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta ; GP Press, 2007).
Haris Firdaus, Benalu-Benalu Kalbu, (Bandung : Mujahid Press, 2003).
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : LKiS, 2009).
Muniron, dkk, Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Jember : STAIN Jember Press, 2010).
Nurwadjah, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan : Hati yang Selamat Hingga Kisah Lukman, (Bandung : Marja, 2007).
Suharsini Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990).
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Usaha Nasional, 1981).
Siip...!! bin Mantap..!!
BalasHapus