Pertanyaan di atas penulis berikan untuk untuk kaum Adam sebagai subjek poligami. Sekali lagi penulis bertanya pada pembaca dari kalangan kaum Adam, “apakah anda ingin berpoligami?”. Tentu jawaban sepenuhnya ada pada diri anda, tapi setidaknya ada beberapa alasan yang menjadikan seorang suami (laki-laki) berpoligami, antara lain :
Alasan pertama dan yang sangat fundamen adalah bahwa poligami merupakan Sunnah Nabi Muhammad SAW dan memiliki landasan teologis yang jelas yakni QS An-Nisa ayat 3. Karena itu melarang praktek poligami berarti melarang yang mubah atau dibolehkan Allah dan itu berarti menentang ketetapan Allah. Dan menentang ketetapan Allah merupakan dosa besar.
Yang menjadi keyword dalam alasan (reason) tersebut adalah kata sunnah. Sunnah adalah keseluruhan perilaku Nabi Muhammad SAW dalam bentuk ketetapan, ucapan, tindakan, yang mencangkup seluruh aspek kehidupan beliau sebagai Nabi dan Rosul. Di masyarakat pengertian sunnah tersebut telah dan selalu dikaitkan dengan poligami. Dengan demikian hal tersebut telah mereduksi makna sunnah itu sendiri. Sunnah Nabi yang paling essensi adalah komitmen yang begitu kuat untuk menegakkan keadilan dan kedamaian di masyarakat. Jika kaum Adam ingin mengikuti sunnah Nabi, maka seyogyanya umat Islam lebih serius memperjuangkan tegaknya keadilan dan kedamaian bukannya mempraktekkan poligami. Keadilan yang sulit didapatkan bagi perempuan dan anak-anaknya pada praktek poligami telah membuat poligami jauh dari sunnah Nabi.
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini :
”Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”
(QS An-Nisa : 3)
Salah satu huruf (kata) yang menarik dari ayat di atas adalah hamba sahaya atau budak. Secara jelas teks ayat tersebut membolehkan perbudakan. Para pendukung praktek poligami yang menjadikan ayat tersebut sebagai landasan teologisnya memegang teguh kebolehan berpoligami namun mengabaikan kebolehan menggauli budak-budak perempuan. Hal tersebut dikarenakan praktek perbudakan telah dihapuskan dari kehidupan masyarakat secara bertahap. Jika perbudakan tidak dilakukan lagi padahal teksnya (ayat) tetap membolehkan perbudakan, maka tidak menutup kemungkinan praktek poligami secara bertahap juga dapat diminimalisir bahkan dihapus. Penulis tegaskan, di sini penulis tidak menggugat teks (ayat) tentang poligami tetapi penulis menggugat tentang praktek poligami yang tidak lepas dari hasil interpretasi mufassir terhadap teks tersebut. Kemudian menggugat bukan berarti mencoba membalikkan keadaan, melainkan hanya usaha untuk mewujudkan kesetaraan dan memposisikan keberpihakan Islam dalam soal poligami secara proporsional dan tetap menjadikan Islam sebagai agama pembebas, agama keadilan, dan agama yang humanis, yaitu yang menghormati manusia sebagai manusia.
Selanjutnya alasan kedua yang sering dijadikan argumen di masyarakat dalam diskursus poligami adalah kelebihan jumlah perempuan dibandingkan laki-laki. Malah ada yang menyatakan satu laki-laki berbanding tiga sampai tujuh perempuan. Bayangkan bila data ini benar, bagaimana menderitanya kaum perempuan yang tidak kebagian suami. Padahal secara “hasrat” keperempuanan, mereka sama-sama dikaruniai oleh Allah kecuali hasrat yang menyimpang. Kalau begitu, mengapa kaum perempuan tidak mencoba “berbagi suami kepada perempuan lain?”, begitulah kata kaum laki-laki.
Memang benar fakta tersebut, namun yang menarik adalah jika melihat data pada Biro Pusat Statistik yang dimaksudkan dengan kelebihan jumlah perempuan adalah kelebihan pada perempuan yang berusia di bawah 12 tahun dan di atas 60 tahun karena usia rata-rata perempuan lebih panjang daripada usia laki-laki. Dengan demikian logikanya, kalau ingin berpoligami, pilihlah perempuan di bawah umur yang dalam konteks sekarang dipandang sebagai suatu kejahatan terhadap kemanusiaan karena melanggar HAM. Jadi hanya ada satu pilihan bagi laki-laki yang ingin berpoligami, yakni menikahlah dengan perempuan yang lanjut usia seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW (sunnah Nabi). Pertanyaan yang harus kita jawab adalah, “maukah kita menikah dengan nenek-nenek?”. Sekali lagi, jika kita menganggap poligami adalah sunnah Nabi maka menikahlah (berpoligami) dengan perempuan usia lanjut sebagaimana yang Nabi contohkan.
Alasan ketiga bagi para pelaku poligami adalah karena istri mandul atau berpenyakit kronis yang sulit disembuhkan. Allah menciptakan manusia dalam kondisi fisik yang berbeda-beda; ada yang sehat dan ada yang lemah, ada yang lengkap dan ada yang cacat. Poligami dalam Islam diperbolehkan karena perbedaan-perbedaan fisik manusia. Masyarakat muslim di berbagai belahan dunia umumnya membenarkan poligami dengan alasan yang berkenaan dengan hak laki-laki mendapatkan keturunan dan mereka menganggap itu sebagai natural reason. Dalam berbagai keadaan tertentu, poligami di perlukan untuk melestarikan kehidupan keluarga, kemandulan seorang wanita atau penyakit yang diidapnya serta wanita yang kehilangan daya tarik fisiknya atau mental yang akan lebih banyak menyeret terjadinya perceraian dari pada poligami. Sudah sepatutnya istri yang demikian merelakan suaminya melakukan poligami bila suaminya berkehendak untuk melakukan poligami sebagai bukti tanggung jawabnya dalam rangka melestarikan kehidupan keluarga dan memakmurkan bumi. Yang menjadi pertanyaan adalah :
“Apakah betul istrinya mandul?”
“Bagaimana kalau ternyata yang mandul adalah sang suami?”
“Jika yang mandul adalah sang suami, apakah jalan keluarnya? Bukankah perempuan juga punya hak untuk mendapatkan keturunan?”
Alasan yang keempat adalah berpoligami dilakukan untuk menghindari perselingkuhan dan perzinaan. Ada semacam postulat bahwa dengan poligami para suami terhindar dari perbuatan mengumbar syahwat mereka secara bebas, seperti dalam bentuk perselingkuhan, kumpul kebo, prostitusi dan keserba-bebasan seks yang lainnya. Kalau seperti itu alasannya berarti seorang laki-laki yang berpoligami pada dasarnya adalah seorang laki-laki yang suka mengumbar syahwatnya. Kalau seperti itu nampaklah jelas bahwa praktek poligami yang mereka lakukan lagi-lagi jauh dari sunnah Nabi Muhammad SAW. Sekarang kita lihat alasan mengapa Aa Gym berpoligami.
Pada bulan Desember 2006, Aa Gym mendapatkan Surat Ijin Poligami dari Pengadilan Agama Negeri Bandung. Menurut ketua pengadilan tersebut, Aa Gym memenuhi syarat hukum Indonesia untuk poligami, termasuk ijin dari istri pertama, kemampuan berlaku adil dan kemampuan secara ekonomi. Sebenarnya sudah lama Aa Gym berencana untuk berpoligami sejak tahun 2001. Aa Gym memilih berpoligami untuk memperbaiki dirinya dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Dia mengatakan bahwa tindakannya didasari ikhtiar untuk meraih ridha Allah, ingin meningkatkan amal, melatih kesabaran serta keikhlasan dan bersih hati agar disukai Allah SWT. Dengan mengamalkan poligami, Aa Gym mau menunjukkan bahwa poligami itu bukan hal buruk. Dia menyayangkan bahwa poligami, yang diperbolehkan oleh Allah, sering dianggap aib sedangkan pergaulan bebas diterima. Sebagaimana busana jilbab yang dianggap aneh dua puluh tahun yang lalu dewasa ini sudah menjadi lumrah, Aa Gym berharap ajaran agama tentang poligami dapat diterima masyarakat Islam Indonesia. Aa Gym ingin istri pertama dan anak-anaknya belajar lebih mencintai Allah dari pada dia sendiri akibat menempuh kehidupan baru dalam keluarga poligami. Dia menjelaskan, dia hanyalah sekadar makhluk yang tiada daya dan upaya sehingga tidak layak dicintai istrinya secara berlebihan. Walaupun dia sendiri mencari hikmah yang ada di dalam poligami, Aa Gym tidak menganjurkan para suami untuk menikah lagi. Katanya, pemahaman yang arif dan kesiapan mental diperlukan dan syaratnya berat. Dia mengimbau, kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan berpoligami.
Sikap Puspo Wardoyo terhadap poligami berbeda dengan sikap Aa Gym. Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo yang beristri empat ini mempersilakan para suami yang mampu secara materi, spiritual, maupun yang lainnya untuk berpoligami. Dalam majalah yang dipimpinnya, dia memberi nasehat singkat kepada para suami yang telah terbukti sukses dengan satu istri selayaknya mau berpoligami (pindah tugas baru kepada perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya). Pada tahun 2003, Puspo Wardoyo menciptakan Poligami Award. Menurut pelaku poligami ini, salah satu keuntungan poligami untuk dia sendiri adalah istri-istrinya membantu dalam usahanya. Dia bertanya, “bagaimana bisa ngurusi bisnis kalau istri satu?”
Sedangkan Fauzan Al-Anshari mengatakan bahwa niatnya untuk berpoligami adalah untuk menolong perempuan. Kabid Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia yang memiliki empat istri ini berpendapat bahwa laki-laki dapat menolong janda dan perawan tua melalui poligami. Demikian juga, Diki Candra, seorang pengusaha dari Jakarta yang menikahi tiga istri, menganggap dirinya sebagai penolong wanita. Dia mengatakan bahwa dia rela membagi kepemimpinan untuk tiga istri menuju ridho Allah.
Sedang menurut penulis ada beberapa alasan lain kenapa laki-laki melakukan praktek poligami, antara lain :
Pertama, tak tahan godaan. Tak ada kucing yang menolak ikan, begitu anekdot untuk para laki-laki “si keong racun.” Siapa yang tahan digoda perempuan cantik? Sekuat-kuatnya pertahanan, lama-lama runtuh juga.
Kedua, butuh tantangan. Beberapa laki-laki menganggap poligami seperti tantangan. Butuh nyali besar dan kepintaran atur strategi untuk memiliki dua pendamping hidup. Selain itu, mereka juga tak bisa lupa asyiknya menakhlukkan lawan jenisnya.
Ketiga, stres. Hati laki-laki bisa mendua bisa karena stres berlebihan. Bila laki-laki bertemu teman perempuannya, misal teman kerja, saat dalam keadaan stres, teman perempuannya akan merasakannya dan berusaha menghiburnya, mencoba membantu menghilangkan kecemasannya, tanpa diminta. Perhatian itulah yang bisa berbuah menjadi benih-benih perselingkuhan. Poligami diawali dengan adanya perempuan lain di hati seorang laki-laki selain sang istri. Karena itu, poligami umumnya diawali dari perselingkuhan dan perselingkuhan umumnya diawali dari curhat ke lawan jenisnya.
Keempat, tak ingin terlihat lemah. Di mata sesama teman laki-lakinya, laki-laki bisa terlihat jagoan jika bisa menaklukkan perempuan lain selain istrinya. Hal itu bisa menjadi kebanggaan untuknya.
Empat hal itu umumnya terlihat jelas dari para laki-laki yang berpoligami. Itulah yang menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan pemikir Islam kontemporer. Dunia Islam cenderung lemah di dalam percaturan global, salah satunya karena rapuhnya unit-unit keluarga akibat praktek poligami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar