Sabtu, 04 Desember 2010

Maukah Anda Dipoligami?

Kini giliran kaum hawa untuk menjawab pertanyaan di atas sebagai objek poligami. Sekali lagi penulis bertanya kepada pembaca dari kalangan kaum hawa, “maukah anda dipoligami?”. Lagi-lagi tentu jawaban sepenuhnya ada pada diri anda, tapi setidaknya ada beberapa alasan yang menjadikan seorang istri (perempuan) mau dimadu, antara lain :
Pertama, perempuan seringkali tidak punya pilihan lain dan dia harus menikah sebagai wujud pengabdiannya pada orang tua, apalagi jika suaminya itu merupakan pilihan orang tuanya. Di mata masyarakat selalu dipahami bahwa menolak kehendak orang tua berarti durhaka dan berdosa besar sehingga anak perempuan sering kali terpaksa mau menikah meskipun dimadu karena takut durhaka.
Kedua, perempuan sudah terlanjur cinta. Karena perasaan cintanya yang seperti itu akhirnya menjadikan perempuan mau dimadu walaupun menyakitkan.
Ketiga, perempuan berpoligami untuk meningkatkan status sosialnya yang pada gilirannya juga mengangkat status ekonominya. Kita bisa dengan mudah menemui realitas ini di masyarakat, bahwa kebanyakan perempuan terpaksa menikah dengan laki-laki yang sudah beristri karena diiming-imingi dengan status sosial yang tinggi atau dijanjikan sejumlah harta yang menggiurkan meskipun dalam faktanya status sosial dan harta tersebut hanya untuk menjebak perempuan. Para perempuan yang kebetulan secara ekonomi lemah, mau menggadaikan perasaan dan hidupnya untuk dipoligami demi sesuap nasi menghidupi anak-anaknya.
Sikap di atas memang paradox. Bagaimana tidak, di atas kebahagian perempuan yang bersangkutan ada penderitaan perempuan lain sebagai madunya. Mungkin penderitaan itu akan dirasakannya bila ia sendiri sebagai isteri pertama. Kecuali bagi perempuan sholehah yang betul-betul mendedikasikan hidupnya untuk pengabdian kepada Tuhannya. Mereka menjadikan rumah tangga, bersuami dan mengurusi anak-anaknya hanya sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhannya. Bagi perempuan seperti itu, sudah dijanjikan “balasannya surga”, meski perempuan seperti itu hanya ada dalam sejarah. Sementara Nabi Muhammad SAW sendiri tidak mengizinkan anak putrinya dimadu oleh Ali bin Abi Thalib. Dalam suatu riwayat yang dinukilkan dari Al-Miswar ibn Makhramah diriwayatkan bahwa ia telah mendengar Nabi Muhammad SAW berpidato di atas mimbar :
“Sesungguhnya anak-anak Hisyam ibn Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan putrinya dengan Ali. Ketahulilah bahwa aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali jika Ali bersedia menceraikan putriku dan menikahi anak mereka. Sesungguhnya Fatimah itu bagian dari diriku. Barang siapa membahagiakannya berarti ia membahagiakanku. Sebaliknya, barang siapa yang menyakitinya berarti ia menyakitiku.”

Senada dengan alasan-alasan di atas, para istri yang suaminya menikah lagi menjelaskan beberapa alasan mengapa mereka bertahan dalam praktek poligami dan enggan bercerai dengan suaminya, antara lain:
Pertama, mereka tetap mempercayai bahwa poligami itu merupakan ajaran agama dan sunnah Nabi Muhammad Saw, jadi suka atau tidak suka perempuan harus mengalah dan menerima apa adanya. Poligami juga menjadi obat mujarab untuk mendapatkan cinta Allah sebab dengan poligami seseorang akan senantiasa mengalami kesusahan dalam hidupnya. Ketika dia dalam kesusahan maka dia akan meminta pertolongan kepada Allah. Kesusahan yang dialami seorang istri yang suaminya berpoligami sifatnya terus menerus, maka dia pun akan terus meminta tolong kepada Allah sehingga dirinya mendapatkan cinta Allah, karena senantiasa berkomunikasi dengan-Nya.
Kedua, poligami bukan hal yang asing di lingkungan keluarga mereka. Ayah mereka atau keluarga yang lain juga berpoligami dan karena itu mereka merasa tidak sendirian ketika dipoligami.
Ketiga, sangat tergantung secara finansial pada suami sehingga kalau bercerai mereka bingung ke mana akan menggantungkan hidup, apalagi jika sudah punya anak.
Keempat, daripada suami selingkuh dengan perempuan yang tidak dikenal yang kemungkinan dapat menularkan HIV/AIDS lebih baik berpoligami dengan perempuan yang sudah dikenal.
Kelima, dan hal ini yang paling banyak menjadi alasan bagi perempuan tetap bertahan jika dimadu suaminya adalah demi pertimbangan anak-anak agar tetap punya bapak meskipun tidak diurusi dan juga demi keutuhan keluarga. Terlebih lagi perceraian di mata masyarakat masih dipandang sebagai aib. Selain itu menyandang predikat janda bagi perempuan bukanlah hal yang mudah. Setelah bercerai, perempuan tersebut harus siap menjadi single parent. Berikut gambaran kesaksian istri-istri yang ikhlas dipoligami dan juga sosok istri-istri yang tidak ikhlas dipoligami :


Kesaksian Para Istri yang Ikhlas di Poligami

Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, mengakui bahwa reaksinya waktu dia mengetahui suaminya mau berpoligami sama dengan kebanyakan istri, kaget dan sedih. Dia bertanya apa kekurangan pada dirinya sebagai istri. Selama lima tahun dia dipersiapkan oleh Aa Gym untuk menerima konsep poligami. Lama-kelamaan dia ikhlas bahkan membantu suaminya mencari istri kedua. Dia menjelaskan bahwa seorang istri harus menaati suami selama suami sesuai dengan syariat Islam. Teh Ninih takut jika menolak sesuatu yang dibolehkan oleh ajaran Allah. Keuntungan poligami bagi Teh Ninih adalah dia belajar mencintai dan mengandalkan Allah, bukan suaminya. Walaupun ada keuntungannya, Teh Ninih pernah merasa cemburu karena pernikahan kedua suaminya. Misalnya, dia menceritakan saat di Malaysia pada awal bulan Desember 2006, dia mau menikmati makan bersama suaminya. Dia kesal melihat Aa Gym sibuk mengirim SMS dan menelpon istri keduanya.
Rini Purwanti, istri pertama Puspo Wardoyo, menangis waktu dia mengetahui bahwa suaminya sudah berpoligami selama enam bulan. Akhirnya dia menerima perkawinan kedua suaminya. Akan tetapi, Rini menganjurkan pasangan suami-istri lain untuk membicarakan masalah poligami sebelum dilaksanakan. Menurut Rini, poligami dibolehkan untuk para suami yang mampu secara ekonomi, fisik dan mental. Keinginan suaminya untuk melakukannya merupakan fitrah seorang laki-laki. Rini begitu ikhlas dimadu sampai dia membantu suaminya melamar istri ketiganya dan membantu memilih istri keempat. Rini mengakui bahwa rumah tangga poligaminya tidak selalu rukun. Namun, konflik yang muncul diatasi melalui keterbukaan.
Gina Puspita, seorang istri pertama dari empat istri, sering menyuarakan dukungan terhadap poligami melalui artikel dan wawancara. Keinginannya untuk dimadu muncul waktu perempuan lulusan S3 Struktur Aeronatika ini menyaksikan kerukunan rumah tangga guru besarnya yang beristri empat. Gina Puspita mencarikan istri untuk suaminya dengan cara bertanya kepada karyawan dalam perusahannya siapa yang mau menikah dengan suaminya. Kebaikan dari poligami yang merupakan alasan lain yang mendorong Gina Puspita untuk berbagi suami adalah untuk mendekatkan diri pada Allah dan membuatnya tak selalu tergantung dengan suami. Pandangan ini senada dengan yang diutarakan oleh Teh Ninih. Gina Puspita mengakui bahwa pada awalnya dia merasa cemburu akibat berbagi suami tetapi sekarang masalah cemburu itu jadi hal yang kecil. Ternyata sisi positif kehidupan poligami lebih ditekankan oleh perempuan ini. Gina Puspita dan ketiga madunya tinggal bersama. Mereka senang makan bersama dan dapat dirawat oleh sesama istri jika sakit. Jika sedang sibuk, Gina Puspita terkadang bersyukur karena ada yang bisa menggantikan kewajiban saya terhadap suami.
Dihan Fahimsyah yang suaminya berpoligami juga menikmati keuntungan poligami dalam rumah tangganya. Menurut dia, para istri yang suaminya berpoligami dapat lebih mandiri dan punya waktu untuk mengejar cita-citanya sendiri karena ada lebih dari satu istri untuk menanggung pekerjaan rumah tangga. Dia tidak dapat bergantung pada suaminya melainkan harus mempertahankan identitas sendiri karena suaminya sering tidak ada.
Cerita Endang Budiarti Candra, istri pertama Diki Candra, agak mirip dengan pengalaman Teh Ninih. Sebagai penentang keras poligami, Endang Budiarti Candra langsung terkejut waktu suaminya mengatakan dia mau menikah lagi. Setelah dia minta nasihat dari keluarganya, akhirnya perempuan lulusan S1 Ekonomi ini mengerti bahwa poligami merupakan puncak dari cobaan terberat seorang wanita, namun akan lebih mendekatkan diri ke surga seperti yang dijelaskan oleh Gina Puspita. Sama dengan Teh Ninih, Endang Budiarti Candra dibantu oleh suaminya untuk menerima poligami. Melalui menjalankan kehidupan poligami, dia merasakan beberapa keuntungan. Imannya lebih teguh, dia belajar kesabaran dan ketawakalan, dan dia akrab dengan kedua madunya. Endang Budiarti Candra yakin bahwa suaminya memiliki niat yang baik untuk berpoligami, yang tidak lepas dari tujuan perjuangannya dan bermaksud untuk membantu perempuan.
Kedua madu Endang Budiarti Candra percaya bahwa menempuh kehidupan poligami menguntungkan secara iman dan untuk memperbaiki diri sendiri. Menurut Dyah Fitri Kusumadewi, istri kedua Diki Candra, poligami itu merupakan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu (atas rasa cemburu, marah, iri, dengki, dan lain-lain) sehingga mendapatkan pelajaran kesabaran, rasa syukur, ketenangan jiwa dan kestabilan iman. Keikhlasan menjalani poligami dalam kerangka jihad, menurut Titani Sri Wikanihati Candra, istri ketiga Diki Candra akan menambah pahala sebagai pencuci dosa-dosa masa lalu. Menurut perempuan lulusan S1 Komunikasi ini, poligami merupakan latihan kesabaran. Kedua wanita ini merasa poligami adalah semacam perjuangan karena perbuatannya ditentang oleh banyak orang, termasuk orang Islam.
Sebagai kesimpulan dari cerita-cerita tersebut, para istri yang ikhlas dalam kehidupan poligami umumnya percaya bahwa poligami itu termasuk ajaran Allah sehingga mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan sikap ikhlas mereka. Walaupun kehidupan poligami berat, ada banyak keuntungan, khususnya dalam rangka melatih diri menjadi wanita yang solehah tetapi juga dalam berbagi tugas rumah tangga. Bagaimana dengan anda, maukah anda dipoligami seperti mereka? Apakah ridla Allah hanya didapatkan melalui poligami?


Kesaksian Para Istri yang Tidak Ikhlas Poligami

Dewi Yull, seorang penyanyi terkenal memilih bercerai dari pada dimadu. Ray Sahetapi, suami Dewi mau menikah lagi waktu pernikahan pertamanya sudah berlansung selama dua puluh tiga tahun dan menghasilan empat anak. Dewi mengambil keputusan untuk menggugat cerai karena merasa tidak dapat ikhlas berbagi suaminya dalam hal cinta. Melalui cobaan ini, iman Dewi tambah teguh dan dia merasa lebih dekat dengan Allah— ironisnya sama dengan yang diungkapkan oleh banyak istri yang iklas dimadu (lihat bagian kesaksian para istri yang ikhlas dipoligami). Sekarang Dewi mengandalkan Allah dan tidak lagi mencintai salah satu makhluknya secara berlebihan.
Machica Muchtar menikah siri dengan Pak Moerdiono karena beliau adalah seorang laki-laki mapan, berposisi strategis, dan laki-laki yang bertanggung jawab. Dia terpaksa menyembunyikan pernikahannya di depan umum dan merasa cemburu karena dia tidak diutamakan seperti istri pertama. Machica Muchtar dan suaminya bercerai waktu putranya berumur dua tahun. Menurut perempuan ini, tidak mungkin dapat meraih kebahagiaan dengan perkawinan poligami karena tidak mungkin berlaku adil dalam hal cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar